MAKALAH
AGAMA ISLAM
“JUAL BELI DALAM ISLAM”
Disusun Oleh Kelompok 1 :
-
Muh. Adha
-
Muh. Faisal
-
Muh. Ridwan
-
Nurimama
-
Rafidah
SMA NEGERI 1 DOMPU
TAHUN AJARAN 2014 - 2015
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya
milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan
rahmat-Nya penyusun mampu menyelesaikan tugas makalah
ini guna memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam.
Agama sebagai sistem
kepercayaan dalam kehidupan umat manusia
dapat dikaji melalui
berbagai sudut pandang. Islam sebagai agama
yang telah berkembang selama empat belas
abad lebih menyimpan banyak masalah yang
perlu diteliti, baik
itu menyangkut ajaran dan pemikiran
keagamaan maupun realitas sosial, politik,
ekonomi dan budaya.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini,
tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari bahwa
kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan, dorongan, dan
bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat
memperluas ilmu tentang Jual Beli dalam Islam, yang kami sajikan berdasarkan
pengamatan dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita. Makalah ini
di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari
diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan
terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan
wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca
khususnya para siswa SmanSadom. Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dan jau dari sempurna.
Untukitu, kepada dosen
pembimbing saya meminta masukannya demi
perbaikan pembuatan makalah saya di masa
yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca.
Dompu, 11 Maret 2015
Penyusun
(Kelompok 1)
Daftar Isi
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab 1
....................................................................................................................................................
1
A.
Latar Belakang
.........................................................................................................................1
B.
Rumusan Masalah
..................................................................................................................
1
Bab 2
.....................................................................................................................................................2
1.
Jual – Beli
.................................................................................................................................2
A.
Pengertian Jual Beli ...........................................................................................................2
B.
Landasan Hukum Jual – Beli
..............................................................................................2
C.
Rukun dan Pelaksanaan Jual – Beli
..................................................................................3
D.
Syarat – Syarat Jual – Beli
.................................................................................................3
E.
Hukum Jual – Beli ..............................................................................................................4
F.
Macam – Macam Jual – Beli
.............................................................................................4
2.
Riba’ ........................................................................................................................................6
A.
Pengertian Riba’
................................................................................................................6
B.
Landasan Hukum
..............................................................................................................6
C.
Hukum Riba’
.....................................................................................................................6
D.
Macam – Macam Riba’
.....................................................................................................7
Bab 3
....................................................................................................................................................9
Kesimpulan
..........................................................................................................................................9
Daftar Pustaka
....................................................................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Atas dasar pemenuhan kebutuhan sehari –hari, maka terjadilah suatu
kegiatan yang di namakan jual beli. Jual beli menurut bahasa artinya menukar
sesuatu dengan sesuatu, sedang menurut syara’ artinya menukar harta dengan
harta menurut cara-cara tertentu (‘aqad). Sedangkan riba yaitu memiliki
sejarah yang sangat panjang dan prakteknya sudah dimulai semenjak banga Yahudi
sampai masa Jahiliyah sebelum Islam dan awal-awal masa ke-Islaman. Padahal
semua agama Samawi mengharamkan riba karena tidak ada kemaslahatan sedikitpun
dalam kehidupan bermasyarakat. Allah SWT berfirman:
فَبِظُلْمٍ مِّنَ الَّذِينَ هَادُواْ حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ
أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَن سَبِيلِ اللّهِ كَثِيرًا وَأَخْذِهِمُ
الرِّبَا وَقَدْ نُهُواْ عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ
وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
Maka disebabkan
kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang
baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak
menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba,
padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka
memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk
orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih. (QS an-Nisaa’
160-161)
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي
يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُواْ إِنَّمَا
الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Orang-orang yang makan
(mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya
jual-beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan
mengharamkan riba. (QS. Al-Baqarah : 275)
B. Rumus Masalah
a. Pengertian jual beli
dan riba
b. Landasan hukum jual
beli dan riba
c. Hukum jual beli dan
riba
d. Macam-macam jual beli
dan riba
BAB II
JUAL BELI DAN RIBA
1. JUAL BELI
A. Pengertian Jual Beli
Jual
beli menurut bahasa artinya menukar sesuatu dengan sesuatu, sedang menurut
syara’ artinya menukar harta dengan harta menurut cara-cara tertentu (‘aqad)
Jual beli secara
lughawi adalah saling menukar. Jual beli dalam bahasa Arab dikenal dengan
istilah al-bay’. Secara terminology jual beli adalah suatu transaksi yang
dilakukan oleh pihak penjual dengan pihak pembeli terhadap sesuatu barang
dengan harga yang disepakatinya. Menurut syari’at islam jual
beli adalah pertukaran harta atas dasar saling merelakan atau memindahkan
hak milik dengan ganti yang dapat dibenarkan.
Jual-beli atau bay’u
adalah suatu kegiatan tukar-menukar barang dengan barang yang lain dengan cara
tertentu baik dilakukan dengan menggunakan akad maupun tidak menggunakan akad.
Intinya, antara penjual dan pembeli telah mengetahui masing-masing bahwa
transaksi jual-beli telah berlangsung dengan sempurna.
B. Landasan Hukum Jual
Beli
Landasan Syara’: Jual
beli di syariatkan berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma’. Yakni:[3]
a. Berdasarkan Al-Qur’an
diantaranya:
وَحَرَّمَ وَحَرَّمَ الْبَيْعَ اللَّهُ وَأَحَلَّ
Artinya: “ Allah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (Al- Baqarah : 275)
قِيَامًا لَكُمْ اللَّهُ جَعَلَ الَّتِي أَمْوَالَكُمُ السُّفَهَاءَ تُؤْتُوا وَلا
Artinya: “ dan janganlah kamu berikan
hartamu itu kepada orang yang bodoh dan harta itu dijadikan Allah untukmu
sebagai pokok penghidupan”. (An-Nisa:5).
تَقْتُلُوا وَلا مِنْكُمْ تَرَاضٍ عَنْ تِجَارَةً تَكُونَ أَنْ إِلا بِالْبَاطِلِ بَيْنَكُمْ أَمْوَالَكُمْ تَأْكُلُوا لا آمَنُوا الَّذِينَ أَيُّهَا يَا
رَحِيمًا بِكُمْ كَانَ إِنَّ إأَنْفُسَكُمْ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan
janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu”. (An-Nisa: 29).
b. Berdasarkan Sunnah
Rasulullah
Saw. Bersabda:
“dari
Rifa’ah bin Rafi’ ra.: bahwasannya Nabi Saw. Ditanya: pencarian apakah
yang paling baik? Beliau menjawab: “Ialah orang yang bekerja dengan
tangannya dan tiap-tiap jual beli yang bersih”. (H.R Al-Bazzar dan disahkan
Hakim).
Rasulullah
Saw, bersabda:
“sesungguhnya jual
beli itu hanya sah jika suka sama suka (saling meridhoi) (HR. Ibnu Hibban dan
Ibnu Majah).
c. Bardasarkan Ijma’
Ulama telah sepakat
bahwa jual-beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu
mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan
atau harta milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang
lainnya yang sesuai.
C. Rukun dan Pelaksanaan
Jual Beli
Dalam menetapkan rukun
jual-beli, diantara para ulama terjadi perbedaan pendapat. Menurut Ulama
Hanafiyah, rukun jual-beli adalah ijab dan qabul yang menunjukkanpertukaran
barang secara rida, baik dengan ucapan maupun perbuatan.
Adapun rukun jual-beli
menurut Jumhur Ulama ada empat, yaitu:
a. Bai’ (penjual)
b. Mustari (pembeli)
c. Shighat (ijab dan
qabul)
d. Ma’qud ‘alaih (benda
atau barang).
D. Syarat Jual-beli
Transaksi jual-beli
baru dinyatakan terjadi apabila terpenuhi tiga syarat jual-beli, yaitu:
a. Adanya dua pihak yang
melakukan transaksi jual-beli
b. Adanya sesuatu atau
barang yang dipindahtangankan dari penjual kepada pembeli
c. Adanya kalimat yang
menyatakan terjadinya transaksi jual-beli (sighat ijab qabul).
Syarat yang harus dipenuhi oleh penjual
dan pembeli adalah:
a. Agar tidak terjai
penipuan, maka keduanya harus berakal sehat dan dapat membedakan (memilih).
b. Dengan kehendaknya
sendiri, keduanya saling merelakan, bukan karena terpaksa.
c. Dewasa atau baligh.
Syarat benda dan uang yang diperjual
belikan sebagai berikut:
a. Bersih atau suci
barangnya
Tidak syah menjual barang yang najis
seperti anjing, babi, khomar dan lain-lain yang najis.
b. Ada manfaatnya: jual
beli yang ada manfaatnya sah, sedangkan yang tidak ada manfaatnya tidak sah,
seperti jual beli lalat, nyamuk, dan sebagainya.
c. Dapat dikuasai: tidak
sah menjual barang yang sedang lari, misalnya jual beli kuda yang sedang lari
yang belum diketahui kapan dapat ditangkap lagi, atau barang yang sudah hilang
atau barang yang sulit mendapatkannya.
d. Milik sendiri: tidak
sah menjual barang orang lain dengan tidak seizinnya, atau barang yang hanya
baru akan dimilikinya atau baru akan menjadi miliknya.
e. Mestilah diketahui
kadar barang atau benda dan harga itu, begitu juga jenis dan sifatnya. Jual
beli benda yang disebutkan sifatnya saja dalam janji (tanggungan), maka
hukumnya boleh.
E. Hukum Jual Beli
Secara asalnya,
jua-beli itu merupakan hal yang hukumnya mubah atau dibolehkan. Sebagaimana
ungkapan Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahullah : dasarnya hukum jual-beli itu
seluruhnya adalah mubah, yaitu apabila dengan keridhaan dari kedua-belah pihak.
Kecuali apabila jual-beli itu dilarang oleh Rasulullah SAW. Atau yang maknanya
termasuk yang dilarang beliau SAW.
F. Macam – macam Jual
Beli
Merut para jumhur
ulama jual beli dapat ditinjau dari beberapa segi, di lihat dari segi
hukumnya, jual beli ada dua macam yaitu :
1)
Jual beli yang sah,adalah jual beli yang telah memenuhi
ketentuan syara’, baik rukun maupun syaratnya, syarat jual beli
antara lain :
- Barangnya suci
- Bermanfaat
- Milik penjual
(dikuasainya )
- Bisa di serahkan
- Di ketahui
keadaannya
2) Jual beli yang
batal, adalah jual beli yang tidak memenuhi salah satu syarat dan
rukun sehingga jual beli menjadi rusak (fasid). Dengan kata lain, menurut
jumhur ulama, rusak dan batal memiliki arti yang sama. Adapun ulama hanafiyah
membagi hukum dan sifat jual beli menjadi sah, batal, dan rusak.
3) Jual beli yang di
larang dalam islam
Jual beli yang dilarang dalam islam
sangatlah banyak menurut jumhur ulama. Berkenaan dengan jual beli yang di
larang dalam islam, Wahbah Al-Juhalili meringkasnya sebagai berikut :
1.
Terlarang Sebab Ahliah (Ahli Akad )
Ulama telah sepakat
bahwa jual beli dikategorikan sahih apabila dilakukan oleh orang yang baligh,
berakal, dan dapat memilih, dan mampu ber-tasharruf secara bebas dan baik.
Mereka yang di pandang tidak sah jual belinya adalah berikut ini :
-
Jual beli orang gila
Ulama fiqih sepakat bahwa jual beli
orang gila tidak sah. Begitu pula sejenisnya, seperti orang mabuk, sakalor, dan
lain-lain.
-
Jual beli anak kecil
Menurut ulama fiqih jual beli anak kecil
di pandang tidak sah, kecuali dalam perkara – perkara yang ringan atau sepele.
Menurut ulama Syafi’iyah, jual beli anak mimayyiz yang belum baligh, tidak sah
sebab tidak ada ahliyah.
Adapun menurut ulama Malikiyyah, Hanafiyyah, dan Hanabilah, jual beli anak-anak
kecil dianggap sah jika diizinkan walinya. Mereka antara lain beralasan, salah
satu cara untuk melatih kedewasaan adalah dengan cara memberikan
keleluasaan untuk jual beli, juga pengamalan atas firman Allah, yang artinya:
“ dan ujilah anak yatim itu
sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapat mereka
telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka
hartanya. (Q.S. An-Nisa’ :6)
-
Jual beli orang buta
Jual beli orang buta di kategorikan
sahih munurut jumhur ulama jika barang yang dibelinya diberi sifat (
diterangkan sifat-sifatnya ). Menurut Safi’iyah, jual beli orang buta tidak sah
sebab ia tidak dapat membedakan barang yang jelek dan yang baik.
-
Jual beli terpaksa
Menurut ulama Safi’iyah dan Hanabilah,
jual beli ini tidak sah , sebab tidak ada keridaan ketika akad.
-
Jual beli fudhul
Adalah jual beli milik orang tanpa
seizinnya. Munurut Hanafiyah dan Malikiyah, jual beli di tangguhkan sampai ada
izin pemilik. Menurut Safi’iyah dan Hanabilah, jual beli fudhul tidak sah.
-
Jual beli orang yang terhalang
Maksudnya adalah terhalang karena
kebodohan, bangkrut ataupun sakit.
2.
Terlarang Sebab Ma’qud Alaih ( barang jualan )
Secara umum, ma’qud alaih adalah harta
yang di jadikan alat pertukaran olah orang yang akad, yang biasa di sebut mabi’
(barang jualan) dan harga.
a. Jual-beli benda yang
tidak ada atau di khawatirkan tidak ada
b. Jual-beli barang yang
tidak dapat di serahkan
c. Jual-beli gharar ataui
di sebut juga dengan jual beli yang tidak jelas (majhul)
d. Jual-beli barang yang
najis dan yang terkena najis.
e. Jual-beli barang yang
tidak ada ditempat akad (ghaib), tidak dapat dilihat.
3.
Terlarang sebab syara’
a. Jual-beli riba
b. Jual-beli barang yang
najis
Barang yang diperjual belikan harus suci
dan bermanfaat untuk manusia. Tidak boleh (haram) berjual beli barang yang
najis atau tidak bermanfaat seperti: arak, bangkai, babi, anjing, berhala, dan
lain-lain.
Nabi saw. Bersabda ;
اِنّ ا للهَ تعالى
حَرَّم بَيْعَ اْلخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيْرِ وَالأَصْنَامِ . (رواه
الشيغان)[7]
Artinya : “ Nabi bersabda : Allah ta’ala
melarang jual beli arak, bangkai, babi, anjing, dan berhala.”(bukhari dan
muslim)
c. Jual-beli dengan uang dari
barang yang diharamkan
d. Jual-beli barang dari
hasil pencegatan barang
e. Jual-beli
waktu ibadah sholat jum’at, berdasarkan Q.S. Al Jumu’ah ayat 9,
yaitu:
Artinya :
Hai orang-orang beriman, apabila diseru
untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah
dan tinggalkanlah jual beli[1475]. yang demikian itu lebih baik bagimu jika
kamu mengetahui.
f. Jual-beli anggur untuk
dijadikan khamar
g. Jual-beli induk tanpa
anaknya yang masih kecil
h. Jual-beli barang yang
sedang dibeli oleh orang lain
i. Jual-beli memakai
syarat.
2. RIBA
A. Pengertian Riba
Menurut etimologi,
riba berarti “ Azziyadah”(tambahan), seperti arti kata riba
pada surah Al-haj ayat 5, yang artinya : “ kemudian Kami turunkan air
diatasnya, hiduplah bumi itu dan suburlah.
Riba secara bahasa
adalah sesuatu yang bertambah dari pokoknya, sedangkan menurut syara’ adalah
akad yang terjadi dengan penukaran tertentu baik bentuk barang sejenis maupun
uang yang berlebih ketika pengembaliannya sesuai dengan jatuh temponya. Riba
menurut bahasa artinya lebih atau bertambah. Dan dimaksud disini menurut
syara’: “akad yang terjadi dalam penukaran barang-barang yang tertentu, tidak
diketahui sama atau tidaknya menurut aturan syara’, atau terlambat menerimanya.
B. Landasan hukum
1. Berdasar kan Al-Qur’an
a. Sebagaimana yang
terdapat dalam surah Ali Imran ayat 30, yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah
supaya kamu mendapat keberuntungan”.
Firman Allah :
.وَحَرَّمَ وَحَرَّمَ الْبَيْعَ اللَّهُ وَأَحَلَّ
Artinya: “ padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (Al-Baqarah :275)
b. Dan dalam surah Al- Baqarah:
278-279 yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman,
bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika
kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan
sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan
jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu
tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya”.
2. Hadist
Sabda Nabi SAW. Yang artinya: dari
Jabir, “Rasulullah Saw. Telah melaknat atau mengutuk orang yang makan
riba, wakilnya, penulisnya, dan dua saksinya”. (Riwayat Muslim).
C. Hukum Riba
Riba hukumnya haram,
berdasarkan firman Allah dan sabda Nabi Saw yang telah disebutkan
diatas.Beberapa pendapat lain mengenai hukum riba, antara lain yaitu ;
1. Riba adalah bagian
dari 7 dosa besar yang telah ditetapkan oleh Rasulullah SAW. Sebagaimana hadits
berikut ini :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ
صلى الله عليه وسلم قَالَ : اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا : وَمَا
هُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ ؟ قَالَ : الشِّرْكُ بِاَللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ
النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ
مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ
الْغَافِلاتِ الْمُؤْمِنَاتِ . مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abi Hurairah ra berkata bahwa
Rasulullah SAW bersabda,"Jauhilah oleh kalian tujuh hal yang
mencelakakan". Para shahabat bertanya,"Apa saja ya Rasulallah?".
"Syirik kepada Allah, sihir, membunuh nyawa yang diharamkan Allah kecuali
dengan hak, makan riba, makan harta anak yatim, lari dari peperangan dan
menuduh zina.(HR. Muttafaq alaihi).
2. Tidak ada dosa yang
lebih sadis diperingatkan Allah SWT di dalam Al-Quran, kecuali dosa memakan
harta riba. Bahkan sampai Allah SWT mengumumkan perang kepada pelakunya.Hal ini
menunjukkan bahwa dosa riba itu sangat besar dan berat.
يَا أَيّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا
اللَّه وَذَرُوامَا بَقِيَ مِنْ الرِّبَا إنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ فَإِنْ لَمْ
تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ
فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ
Hai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu orang-orang yang
beriman.Maka jika kamu tidak mengerjakan , maka ketahuilah, bahwa Allah dan
Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat , maka bagimu pokok
hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak dianiaya. (QS. Al-Baqarah : 278-279)
3. As-Sarakhsy berkata
bahwa seorang yang makan riba akan mendapatkan lima dosa atau hukuman
sekaligus. Yaitu At-Takhabbut, Al-Mahqu, Al-Harbu, Al-Kufru dan Al-Khuludu
fin-Naar.
· At-Takhabbut :
Kesurupan seperti kesurupannya syetan.
· Al-Mahqu : Dimusnahkan
oleh Allah keberkahan hartanya
· Al-Harbu : Diperangi
oleh Allah SWT
· Al-Kufru : dianggap
kufur dari perintah Allah SWT. Dan dianggap keluar dari agama Islam apabila
menghalalkannya.Tapi bila hanya memakannya tanpa mengatakan bahwa riba itu
halal, dia berdosa besar.
· Al-Khuludu fin-Naar :
yaitu kekal di dalam neraka, sekali masuk tidak akan pernah keluar lagi dari
dalamnya. Nauzu bila.
D. Macam- macam Riba
Al-Hanafi mengatakan
bahwa riba itu terbagi menjadi dua, yaitu riba Al-Fadhl dan riba
An-Nasa'.Sedangkan Imam As-Syafi'i membaginya menjadi tiga, yaitu riba
Al-Fadhl, riba An-Nasa' dan riba Al-Yadd.Dan Al-Mutawally menambahkan jenis
keempat, yaitu riba AlQardh. Semua jenis riba ini diharamkan secara ijma'
berdasarkan nash Al Qur'an dan hadits Nabi" (Az Zawqir Ala Iqliraaf al
Kabaair vol. 2 him. 205).
Secara garis besar
bisa dikelompokkan menjadi dua besar, yaitu riba hutang-piutang dan riba
jual-beli.Kelompok pertama terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba
jahiliyah.Sedangkan kelompok kedua, riba jual-beli, terbagi menjadi riba fadhl
dan riba nasi’ah.
1. Riba Qardh
Suatu manfaat atau tingkat kelebihan
tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtaridh).
2. Riba Yad
Jual beli dengan mengakhirkan penyerahan
yakni bercerai beraiantara dua orang yang akad sebelum timbang serah terima.
3. Riba Fadhl
Riba fadhl adalah riba yang terjadi
dalam masalah barter atau tukar menukar benda. Namun bukan dua jenis benda yang
berbeda, melainkan satu jenis barang namun dengan kadar atau takaran yang
berbeda. Dan jenis barang yang dipertukarkan itu termasuk hanya tertentu saja,
tidak semua jenis barang.Barang jenis tertentu itu kemudian sering disebut
dengan "barang ribawi".
Harta yang dapat
mengandung riba sebagaimana disebutkan dalam hadits nabawi, hanya terbatas pada
emas, perak, gandung, terigu, kurma dan garam saja.
Dari Ubadah bin
Shamait berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:” Emas dengan emas, perak dengan
perak, gandum dengan gandum, terigu dengan terigu, korma dengan korma, garam
dengan garam harus sama beratnya dan tunai. Jika jenisnya berbeda maka juallah
sekehendakmu tetapi harus tunai (HR Muslim).
Di luar keenam jenis
barang itu tentu boleh terjadi penukaran barang sejenis dengan kadar dan
kualitas yang berbeda. Apalagi bila barang itu berlainan jenisnya.Tentu lebih
boleh lagi.
· Emas : Barter emas
dengan emas hukumnya haram, bila kadar dan ukurannya berbeda. Misalnya, emas 10
gram 24 karat tidak boleh ditukar langsung dengan emas 20 gram 23 karat.
Kecuali setelah dikonversikan terlebih dahulu masing-masing benda itu.
· Perak : Barter perak
dengan perak hukumnya haram, bila kadar dan ukurannya berbeda. Misalnya, perak
100 gram dengan kadar yang tinggi tidak boleh ditukar langsung dengan perak200
yang kadarnya lebih rendah. Kecuali setelah dikonversikan terlebih dahulu
masing-masing benda itu
· Gandum : Barter gandum
dengan gandum hukumnya haram, bila kadar dan ukurannya berbeda. Misalnya, 100
Kg gandum kualitas nomor satu tidak boleh ditukar langsung dengan 150 kg gandum
kuliatas nomor dua. Kecuali setelah dikonversikan terlebih dahulu masing-masing
benda itu
· Terigu :
Demikian juga barter terigu dengan teriguhukumnya haram, bila kadar dan
ukurannya berbeda. Misalnya, 100 Kg terigu kualitas nomor satu tidak boleh
ditukar langsung dengan 150 kg terigu kuliatas nomor dua.Kecuali setelah
dikonversikan terlebih dahulu masing-masing benda itu.
· Kurma : Barter kurma
dengan kurma hukumnya haram, bila kadar dan ukurannya berbeda. Misalnya, 1 Kg
kurma ajwa (kurma nabi) tidak boleh ditukar langsung dengan 10 kg kurma Mesir.
Kecuali setelah dikonversikan terlebih dahulu masing-masing benda itu.
4. Riba Nasi’ah
Riba Nasi’ah disebut
juga riba Jahiliyah. Nasi'ah bersal dari kata nasa' yang artinya
penangguhan. Sebab riba ini terjadi karena adanya penangguhan pembayaran.Inilah
riba yang umumnya kita kenal di masa sekarang ini. Dimana seseorang memberi
hutang berupa uang kepada pihak lain, dengan ketentuan bahwa hutang uang itu
harus diganti bukan hanya pokoknya, tetapi juga dengan tambahan prosentase
bunganya. Riba dalam nasi'ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau
tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.
Contoh : Ahmad ingin
membangun rumah. Untuk itu dia pinjam uang kepada bank sebesar 144 juta dengan bunga
13 % pertahun.Sistem peminjaman seperti ini, yaitu harus dengan syarat harus
dikembalikan plus bunganya, maka transaksi ini adalah transaksi ribawi yang
diharamkan dalam syariat Islam
BAB III
SIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa :
Jual beli secara
lughawi adalah saling menukar. Jual beli dalam bahasa Arab dikenal dengan
istilah al-bay’. Secara terminology jual beli adalah suatu transaksi yang
dilakukan oleh pihak penjual dengan pihak pembeli terhadap sesuatu barang
dengan harga yang disepakatinya. Menurut syari’at islam jual
beli adalah pertukaran harta atas dasar saling merelakan atau memindahkan
hak milik dengan ganti yang dapat dibenarkan.
Adapun rukun jual-beli
menurut Jumhur Ulama ada empat, yaitu:
e. Bai’ (penjual)
f. Mustari (pembeli)
g. Shighat (ijab dan
qabul)
h. Ma’qud ‘alaih (benda
atau barang).
Riba secara bahasa
adalah sesuatu yang bertambah dari pokoknya, sedangkan menurut syara’ adalah
akad yang terjadi dengan penukaran tertentu baik bentuk barang sejenis maupun
uang yang berlebih ketika pengembaliannya sesuai dengan jatuh temponya.
Riba terbagi kepada 4
bagian :
1. Riba fadhli
2. Riba qadi
3. Riba yad
4. Riba nasa’
Daftar Pustaka
Rasyid Sulaiman,
2010, Fiqih Islam,Sinar Baru Algensindo, Bandung
Yunus Mahmud, Naimi Nadlrah, 2011, Fiqih
Muamalah, Ratu Jaya, Medan
Syafe’i Rachmat, 2006, Fiqih
Muamalah untuk UIN, STAIN, PTAIS, Dan Umum, Pustaka Setia, Bandung
Imran Ali, 2011, Fikih, Taharah,
Ibadah, Muamalah, CV. Media Perintis, Bandung
Moh, Rifa’i, 1978, Ilmu Fiqih
Islam Lengkap,CV. Toha Putra, Semarang
Moh. Rifa’i, dkk, 1978, Terjemah
Khulashah Kifayatul Akhyar, CV. Toha Putra Semarang
0 komentar:
Posting Komentar