MAKALAH SEJARAH INDONESIA
Materi : PEMBERONTAKAN ANDI AZIS
Disusun Oleh Kelompok 3 (XII D) :
1. Muh.
Adha
2. Akbar
Afrizal
3. Fatimatul
Zahra
4. Nurimama
5. Suci
Rahma
SMA NEGERI 1 DOMPU
TAHUN AJARAN 2015-2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan
kehadirat Allah swt.,karena atas limpahan rahmat
dan karuniaNyalah sehingga kami dapat
menyelesaikan Makalah Sejarah ini
sesuai waktunya.
Kami mencoba berusaha menyusun makalah ini
sedemikian rupa dengan harapandapat membantu
pembaca dalam memahami pelajaran Sejarahyang
merupakan judul dari Makalah kami,yaitu “Pemberontakan
Andi Azis”. Disamping itu,kami berharap
bahwa Makalah Sejarah ini
dapat dijadikan bekal
Kami menyadari bahwa didalam pembuatan Makalah Sejarah ini
masih ada
kekurangan sehingga kami
berharap saran dan kritik dari pembaca
sekalian khususnya dari guru mata pelajaran
agar dapat meningkatkan mutu dalam
penyajian berikutnya.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih.
Dompu, 30 Juli 2015
(kelompok 3)
Daftar Isi
Kata Pengantar
..........................................................................................................................1
Daftar Isi ...................................................................................................................................2
BAB 1
Pendahuluan dan Pembahasan
..................................................................................................3
Sejarah Hidup
...........................................................................................................................3
Karier
........................................................................................................................................3
Kembali ke Indonesia
...............................................................................................................4
Peristiwa Pemberontakan Andi Azis di Makasar
.....................................................................4
1.
Latar belakang pemberontakan Andi Azis
................................................................................6
2. Dampak
Pemberontakan Andi Azis ..........................................................................................7
3. Upaya
penumpasan pemberontakan Andi Azis
.........................................................................7
4. Meninggalnya
Kapten Andi Azis ..............................................................................................8
5.
Hikmah Di Balik Pemberontakan Andi
Azis .............................................................................8
Pertempuran Makasar 1950 ......................................................................................................10
BAB 2
Penutup
......................................................................................................................................15
Kesimpulan
................................................................................................................................15
Daftar Pustaka ...........................................................................................................................16
BAB 1
PENDAHULUAN & PEMBAHASAN
Andi Abdul Azis (lahir
di Simpangbinangal, kabupaten Barru, Sulawesi
Selatan, 19 September 1924; umur 90 tahun)
adalah seorang tokoh militer Indonesia yang dikenal karena keterlibatannya
dalam Peristiwa Andi Azis.
Sejarah Hidup
Andi Azis lahir dari
keluarga keturunan Bugis di Sulawesi
Selatan. Pada awal tahun 1930-an Andi Azis kemudian
dibawa seorang pensiunan Asisten Residen bangsa Belanda keBelanda.
Pada tahun 1935 ia
memasuki Leger School dan tamat tahun 1938 lalu meneruskan
ke Lyceum sampai tahun 1944. Sebenarnya Andi Azis sangat berhasrat untuk memasuki
sekolah militer di negeri Belanda untuk menjadi seorang prajurit tetapi niat
itu tidak terlaksana karena pecah Perang Dunia
II. Kemudian Andi Azis memasuki Koninklijk Leger dan bertugas
sebagai tim pertempuran bawah tanah melawan Tentara Pendudukan Jerman (Nazi). Dari pasukan bawah
tanah kemudian Andi Azis dipindahkan kebelakang garis pertahanan Jerman, untuk
melumpuhkan pertahanan Jerman dari dalam. Karena di Eropa kedudukan sekutu
semakin terjepit, maka secara diam-diam Andi Azis dengan kelompoknya
menyeberang ke Inggris, daerah paling aman dari Jerman — walaupun sebelum
1944 sering mendapat kiriman bom Jerman dari udara.
Karier
Di Inggris, ia
mengikuti latihan pasukan komando di sebuah Kamp sekitar 70 kilometer di luar London.
Andi Azis lulus dengan pujian sebagai prajurit komando. Selanjutnya pada tahun 1945 ia mengikuti
pendidikan Sekolah calon Bintara di Inggris dan menjadi sersan kadet. Pada
bulan Agustus 1945, karena SEAC sedang dalam usaha mengalahkanJepang di
front timur, mereka memerlukan anggota tentara yang dapat berbahasa Indonesia,
maka Andi Abdul Azis kemudian ditempatkan di komando Perang Sekutu di India, berpindah-pindah ke Colombo dan
akhirnya ke Calcutta dengan pangkat Sersan. Seperti Halim Perdana Kusuma, Andi Azis juga orang
Indonesia yang ikut serta dalam perang Dunia II di front Barat Eropa.
Setelah Jepang
menyerah tanpa syarat pada sekutu, Andi Azis diperbolehkan memilih tugas apakah
yang akan diikutinya, apakah ikut satuan-satuan sekutu yang akan bertugas di
Jepang atau yang akan bertugas di gugus selatan (Indonesia). Dengan
pertimbangan bahwa telah 11 tahun tidak bertemu orang tuanya di Sulawesi
Selatan, akhirnya ia memilih bertugas ke Indonesia, dengan harapan
dapat kembali dengan orang tuanya di Makassar.
Kembali Ke Indonesia
Pada tanggal 19 Januari 1946 satuannya
mendarat di Jawa (Jakarta),
waktu itu ia menjabat komandan regu, kemudian bertugas di Cilinding. Pada tahun 1947 mendapat
kesempatan cuti panjang ke Makassar dan mengakhiri dinas militer. Setelah itu
ia kembali lagi ke Jakarta dan mengikuti pendidikan kepolisian di Menteng Pulo,
pertengahan 1947 ia dipanggil lagi masuk KNIL dan diberi
pangkat Letnan Dua.
Selanjutnya ia menjadi
Ajudan Senior, Sukowati (Presiden NIT). Jabatan ini dijalaninya hampir satu
setengah tahun, kemudian ia ditugaskan sebagai salah seorang instruktur diBandung-Cimahi pada
pasukan SSOP—sekolah pasukan payung milik KNIL bernama School tot Opleiding
voor Parachusten—(Baret Merah KNIL) dalam tahun 1948. Pada tahun 1948 Andi
Azis dikirim lagi ke Makasar dan diangkat sebagai Komandan kompi dengan pangkat
Letnan Satu dengan 125 orang anak buahnya (KNIL) yang berpengalaman dan
kemudian masuk TNI. Dalam susunan TNI (APRIS) kemudian ia dinaikan pangkatnya
menjadi kapten dan tetap memegang kompinya tanpa banyak mengalami perubahan
anggotanya.
Pasukan dari kompi
yang dipimpinnya itu bukan pasukan sembarangan karena Kemampuan tempur pasukan
itu diatas standar pasukan reguler Belanda dan juga TNI. Pada saat itu daerah
Cimahi adalah daerah dimana banyak prajurit Belanda dilatih untuk persiapan
agresi militer Belanda II. Ditempat ini setidaknya ada dua macam pasukan khusus
Belanda dilatih: pasukan Komando (baret hijau); pasukan penerjun (baret merah).
Andi Azis kemungkinan melatih pasukan komando—sesuai pengalamannnya di front
Eropa.
Peristiwa Pemberontakan Andi Azis di Makassar, Latar Belakang, Tujuan,
Dampak
Tokoh utama pada Pemberontakan kali ini adalah Andi
Abdoel Azis. Andi Abdoel Azis atau dikenal dengan sebutan Andi Azis lahir pada
tangal 19 September 1924 di Simpangbinal, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Pada
tahun 1930-an Andi Azis dibawa ke Belanda oleh seorang pensiunan Asisten
Residen bangsa Belanda, dan pada tahun 1935 Andi memasuki Leger School dan
lulus dari sekolah tersebut tahun 1938.
Setelah Andi Azis keluar dari sekolah yang didudukinya, ia meneruskan perjalanannya ke Lyceum sampai tahun 1944. Di dalam hatinya, Andi sebenarnya ingin memasuki sekolah kemiliteran di Belanda untuk menjadi seorang prajurit. Akan tetapi niatnya untuk masuk ke dalam sekolah militer tidak terlaksana karena pecahnya Perang Dunia ke II. Karena niat bulatnya untuk masuk kemiliteran, akhirnya Andi Azis masuk ke Koninklijk Leger dan ia ditugaskan untuk masuk ke dalam tim pasukan bawah tanah untuk melawan Tentara Penduduk Jerman (Nazi).
Dari pasukan bawah tanah kemudian ia dipindahkan ke
garis belakang pertahanan Jerman, untuk melumpuhkan pertahanan Jerman dari
dalam. Karena semakin sempitnya kedudukan Sekutu di Eropa, maka secara
diam-diam Azis bersama para kelompoknya menyeberang ke daratan Inggris di mana
daerah tersebut adalah sebuah daerah yang paling aman dari serangan tentara
Jerman, meskipun pada tahun 1944 daerah tersebut sering di bom oleh pasukan
udara tentara Jerman.
Di daratan Inggris, Andi Azis mengikuti latihan pasukan komando yang bertempat di sebuah kamp sekitar 70 kilometer di luar London. Setelah sekian lama berlatih di kamp tersebut, akhirnya Andi Azis lulus dari latihan komando tersebut dengan pujian sebagai seorang Prajurit Komando. Seterusnya pada tahun 1945 (tahun di mana Negara Indonesia Merdeka), Andi Azis mengikuti pendidikan Sekolah calon Bintara di Negara Inggris dan akhirnya ia menjadi Sersan Kadet. Pada Bulan Agustus 1945 Andi Azis ditempatkan di dalam sebuah komando Perang Sekutu di India, berpindah-pindah ke Colombo, dan tempat singgah terakhirnya di Calcutta. Sama seperti Halim Perdana Kusuma, Andi Azis juga seorang Warga Negara Indonesia yang turut serta dalam Perang Dunia ke II di front Barat Eropa.
Setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu, akhirnya Andi Azis diperbolehkan untuk memilih tugas dan mempertimbangkan apakah ia akan masuk ke dalam satuan sekutu yang akan bertugas di Jepang atau memilih untuk masuk ke dalam kelompok yang akan ditugaskan di gugus selatan Negara Indonesia. Setelah di pikir-pikir bahwa sudah 11 tahun ia tidak jumpa dengan orang tuanya di Sulawesi Selatan, akhirnya dengan tegas ia memutuskan untuk ikut satuan yang akan bertugas di gugus selatan Indonesia, dengan harapan ia bisa bersatu kembali bersama orang tuanya di Makassar.
Pada tanggal 19 Januari 1946 kelompoknya mendarat di daratan pulau Jawa (Jakarta), waktu itu Andi Azis menjabat sebagai komandan regu, dan kemudian di tugaskan di Cilinding. Pada tahun 1947-an ia mendapatkan kesempatan libur/cuti panjang ke Makassar dan mengakhiri dinas militer. Setelah Andi Azis tahu bahwa dia mendapatkan cuti panjang, maka ia segera kembali lagi ke Jakarta dan mengikuti pendidikan kepolisian di Menteng Pulo. Pada pertengahan tahun 1947, ia dipanggil lagi untuk masuk ke dalam satuan KNIL dan diberi jabatan/pangkat Letnan Dua.
Selanjutnya Andi Azis diangkat sebagai Ajudan Senior Sukowati (Presiden NIT), dan setelah hampir satu setengah tahun ia menjabat sebagai Ajudan, kemudian ia ditugaskan menjadi seorang instruktur pasukan SSOP di Bandung-Cimahi pada tahun 1948. Setelah itu, ia dikirim lagi ke Makasar dan diangkat sebagai Komandan kompi dengan pangkat Letnan Satu dan 125 anak buahnya (KNIL) yang sudah berpengalaman dan kemudian masuk ke TNI (Tentara Nasional Indonesia). Di dalam barisan TNI (APRIS) kemudian Andi Azis dinaikkan pangkatnya menjadi seorang kapten dan tetap memegang kendali kompi yang dipimpinnya. Kompi tersebut tidak banyak mengalami perubahan anggotanya.
Anggota kompi yang dipimpinya itu bukanlah anggota sembarangan, mereka memiliki kemampuan tempur di atas standar pasukan regular TNI dan Belanda. Pada saat itu di daerah Bandung-Cimahi terdapat banyak prajurit Belanda yang sedang dilatih untuk persiapan agresi militer Belanda II. Di tempat tersebut ada dua macam pasukan khusus Belanda yang sedang dilatih. Di antara pasukan khusus itu adalah pasukan komando (Baret Hijau) dan pasukan penerjun (Baret Merah). Sesuai dengan pengalamannya di front Eropa, kemungkinana Andi Azis melatih para pasukan Komando tersebut dengan kemampuan yang di milikinya.
1. Lata Belakang Pemberontakan Andi Azis
Pemberontakan di bawah naungan Andi Azis ini terjadi di Makassar yang diawali dengan adanya konflik di Sulawesi Selatan pada bulan April 1950. Kekacauan yang berlangsung di Makassar ini terjadi karena adanya demonstrasi dari kelompok masyarakat yang anti federal, mereka mendesak NIT supaya segera menggabungkan diri dengan RI. Sementara itu di sisi lain terjadi sebuah konflik dari kelompok yang mendukung terbentuknya Negara Federal. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya kegaduhan dan ketegangan di masyarakat.
Untuk menjaga keamanan di lingkungan masyarakat, maka pada tanggal 5 April 1950 pemerintah mengutus pasukan TNI sebanyak satu Batalion dari Jawa untuk mengamankan daerah tersebut. Namun kedatangan TNI ke daerah tersebut dinilai mengancam kedudukan kelompok masyaraat pro-federal. Selanjutnya para kelompok masyarakat pro-federal ini bergabung dan membentuk sebuah pasukan “Pasukan Bebas” di bawah komando kapten Andi Azis. Ia menganggap bahwa masalah keamanan di Sulawesi Selatan menjadi tanggung jawabnya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa lata belakang
pemberontakan Andi Azis adalah :
- Menuntut bahwa keamanan di Negara Indonesia Timur
hanya merupakan tanggung jawab pasukan bekas KNIL saja.
- Menentang campur tangan pasukan APRIS (Angkatan
Perang Republik Indonesia Serikat) terhadap konflik di Sulawesi Selatan.
- Mempertahankan berdirinya Negara Indonesia Timur.
2. Dampak Pemberontakan Andi Aziz
Pada tanggal 5 April 1950, anggota pasukan Andi Azis
menyerang markas Tentara Nesional Indonesia (TNI) yang bertempat di Makassar,
dan mereka pun berhasil menguasainya. Bahkan, Letkol Mokoginta berhasil ditawan
oleh pasukan Andi Azis. Akhirnya, Ir.P.D Diapri (Perdana Mentri NIT)
mengundurkan diri karena tidak setuju dengan apa yang sudah dilakukan oleh Andi
Azis dan ia digantikan oleh Ir. Putuhena yang pro-RI. Pada tanggal 21 April
1950, Sukawati yang menjabat sebagai Wali Negara NIT mengumumkan bahwa NIT bersedia
untuk bergabung dengan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).
3. Upaya Penumpasan Pemberontakan Andi Aziz
Untuk menanggulangi pemberontakan yang di lakukan oleh Andi Azis, pada tanggal 8 April 1950 pemerintah memberikan perintah kepada Andi Azis bahwa setiap 4 x 24 Jam ia harus melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatan yang sudah ia lakukan. Untuk pasukan yang terlibat dalam pemberontakan tersebut diperintahkan untuk menyerahkan diri dan melepaskan semua tawanan. Pada waktu yang sama, dikirim pasukan yang dipimpin oleh A.E. Kawilarang untuk melakukan operasi militer di Sulawesi Selatan.
Tanggal 15 April 1950, Andi Azis pergi ke Jakarta setelah didesak oleh Sukawati, Presiden dari Negara NIT. Namun karena keterlambatannya untuk melapor, Andi Azis akhirnya ditangkap dan diadili untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, sedangkan untuk pasukan TNI yang dipimpin oleh Mayor H. V Worang terus melanjutkan pendaratan di Sulawesi Selatan. Pada tanggal 21 April 1950, pasukan ini berhasil menguasai Makassar tanpa adanya perlawanan dari pihak pemberontak.
Pada Tanggal 26 April 1950, anggota ekspedisi yang dipimpin oleh A.E Kawilarang mendarat di daratan Sulawesi Selatan. Keamanan yang tercipta di Sulawesi Selatan-pun tidak berlangsung lama karena keberadaan anggota KL-KNIL yang sedang menunggu peralihan pasukan APRIS keluar dari Makassar. Para anggota KL-KNIL memprovokasi dan memancing emosi yang menimbulkan terjadinya bentrok antara pasukan KL-KNIL dengan pasukan APRIS.
Pertempuran antara pasukan APRIS dengan KL-KNIL berlangsung pada tanggal 5 Agustus 1950. Kota Makassar pada saat itu sedang berada dalam kondisi yang sangat menegangkan karena terjadinya peperangan antara pasukan KL-KNIL dengan APRIS. Pada pertempuran tersebut pasukan APRIS berhasil menaklukan lawan, dan pasukan APRIS-pun melakukan strategi pengepungan terhadap tentara-tentara KNIL tersebut.
Tanggal 8 Agustus 1950, pihak KL-KNIL meminta untuk berunding ketika menyadari bahwa kedudukannya sudah tidak menguntungkan lagi untuk perperang dan melawan serangan dari lawan. Perundingan tersebut akhirnya dilakukan oleh Kolonel A.E Kawilarang dari pihak RI dan Mayor Jendral Scheffelaar dari pihak KL-KNIL. Hasil perundingan kedua belah pihakpun setuju untuk menghentikan baku tembak yang menyebabkan terjadinya kegaduhan di daerah Makassar tersebut, dan dalam waktu dua hari pasukan KNIL harus meninggalkan Makassar.
4. Meninggalnya Kapten Andi Azis
Pada tanggal 30 Januari 1984 seluruh keluarga dari Andi Azis diselimuti oleh duka yang mendalam karena kepergian sang Kapten, Andi Abdoel Azis. Di usianya yang sudah menginjak 61 Tahun, ia meninggal di Rumah Sakit Husada Jakarta karena serangan jantung yang dideritanya. Andi Azis meninggalkan seorang Istri dan jenasahnya diterbangkan dari Jakarta Ke Sulawesi Selatan, lalu dimakamkan di pemakaman keluarga Andi Djuanna Daeng Maliungan yang bertempat di desa Tuwung, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Dalam suasana duka, mantan Presiden RI, BJ. Habibie beserta istrinya Hasri Ainun, mantan Wakil Presiden RI, Try Sutrisno dan para anggota perwira TNI turut berduka cita dan hadir dalam acara pemakaman Andi Azis.
5. Hikmah di Balik Pemberontakan Andi Azis
Kapten Andi Abdoel Azis, ia adalah seorang pemberontak yang tidak pernah menyakiti dan membunuh orang untuk kepentingan pribadinya. Ia hanyalah korban propaganda dari Belanda, karena kebutaannya terhadap dunia politik. Andi Azis adalah seorang militer sejati yang mencoba untuk mempertahankan kesatuan Negara Republik Indonesia pada masa itu, dan dalam kesehariannya, seorang Andi Azis cukup dipandang dan dihargai oleh masyarakat suku Bugis Makassar yang bertempat tinggal di Tanjung Priok, Jakarta. Disanalah Andi Azis diakui sebagai salah satu sesepuh yang selalu dimintai nasehat oleh para penduduk tentang bagaimana cara menjadikan suku Bugis Makassar supaya tetap dalam keadaan rukun dan sejahtera.
Andi Azis dikenal juga sebagai orang yang murah hati dan suka menolong. Ia selalu berpesan kepada anak-anak angkatnya bahwa “Siapapun boleh dibawa masuk ke dalam rumahnya kecuali 3 jenis manusia yaitu pemabuk, penjudi, dan pemain perempuan.
Seorang Andi Azis patut kita jadikan sebagai bahan pembelajaran bahwa kita selama hidup di dunia ini jangan terlalu percaya sama apa yang orang lain katakan, percayalah kepada hati nurani, jangan terlalu percaya sama orang lain karena orang itu belum tentu bisa mengajak kita ke jalan yang benar dan mungkin malah mengajak kita untuk berbuat salah. Maka dari itu, alangkah lebih baiknya kita harus berwaspada dan berhati-hati dalam mempercayai orang lain.
Andi Aziz merupakan seorang mantan perwira KNIL. Pada tanggal
30 Maret 1950, ia bersama dengan pasukan KNIL di bawah komandonya menggabungkan
diri ke dalam APRIS di hadapan Letnan Kolonel Ahmad Junus Mokoginta, Panglima
Tentara dan Teritorium Indonesia Timur.
Pemberontakan dibawah pimpinan Andi Aziz ini terjadi di
Makassar diawali dengan adanya kekacauan di Sulawesi Selatan pada bulan April
1950. Kekacauan tersebut terjadi karena adanya demonstrasi dari kelompok
masyarakat yang anti-federal, mereka mendesak NIT segera menggabungkan diri
dengan RI. Sementara itu terjadi demonstrasi dari golongan yang mendukung
terbentuknya Negara federal. Keadaan ini menyebabkan muncul kekacauan dan
ketegangan di masyarakat.
Untuk menjaga keamanan maka pada tanggal 5 April 1950,
pemerintah mengirimkan 1 batalion TNI dari Jawa. Kedatangan pasukan tersebut
dipandang mengancam kedudukan kelompok masyarakat pro-federal. Selanjutnya
kelompok pro-federal ini bergabung dan membentuk “Pasukan Bebas” di bawah
pimpinan Kapten Andi Aziz. Ia menganggap masalah keamanan di Sulawesi Selatan
menjadi tanggung jawabnya.
Pada 5 April 1950, pasukan Andi Aziz menyerang markas TNI di
Makassar dan berhasil menguasainya bahkan Letkol Mokoginta berhasil ditawan.
Bahkan Ir.P.D. Diapari (Perdana Mentri NIT) mengundurkan diri karena tidak
setuju dengan tindakan Andi Aziz dan diganti Ir. Putuhena yang pro-RI. Tanggal
21 April 1950, Wali Negara NIT, Sukawati mengumumkan bahwa NIT bersedia
bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk mengatasi pemberontakan tersebut pemerintah pada
tanggal 8 April 1950 mengeluarkan perintah bahwa dalam waktu 4 x 24 Jam Andi
Aziz harus melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan
perbuatannya. Kepada pasukan yang terlibat pemberontakan diperintahkan untuk
menyerahkan diri dan semua tawanan dilepaskan. Pada saat yang sama dikirim
pasukan untuk melakukan operasi militer di Sulawesi Selatan yang dipimpin oleh
A.E. Kawilarang.
Pada tanggal 15 April 1950 Andi Aziz berangkat ke Jakarta
setelah didesak oleh Presiden NIT, Sukawati. Tetapi Andi Aziz terlambat melapor
sehingga ia ditangkap dan diadili sedangkan pasukan yang dipimpin oleh Mayor H.
V Worang terus melakukan pendaratan di Sulawesi Selatan. Pada 21 April 1950
pasukan ini berhasil menduduki Makassar tanpa perlawanan dari pasukan
pemberontak.
Tanggal 26 April 1950, pasukan ekspedisi yang dipimpin A.E.
Kawilarang mendarat di Sulawesi Selatan. Keamanan yang tercipta di Sulawesi
Selatan tidak berlangsung lama karena keberadaan pasukan KL-KNIL yang sedang
menunggu peralihan pasukan APRIS keluar dari Makassar. Mereka melakukan
provokasi dan memancing bentrokan dengan pasukan APRIS.
Pertempuran antara APRIS dengan KL-KNIL terjadi pada 5
Agustus 1950. Kota Makassar pada waktu itu berada dalam suasana peperangan.
APRIS berhasil memukul mundur pasukan lawan. Pasukan APRIS melakukan
pengepungan terhadap tangsi-tangsi KNIL.
8 Agustus 1950, pihak KL-KNIL meminta untuk berunding ketika
menyadari bahwa kedudukannya sudah sangat kritis.Perundingan dilakukan oleh
Kolonel A.E Kawilarang dari pihak RI dan Mayor Jendral Scheffelaar dari
KL-KNIL. Hasilnya kedua belah pihak setuju untuk dihentikannya tembak menembak
dan dalam waktu dua hari pasukan KL-KNIL harus meninggalkan Makassar.
PERTEMPURAN MAKASSAR 1950
Usai Penyerahan Kedaulatan
(Souvereniteit Overdracht) pada tanggal 27 Desember 1949, dalam negeri Republik
Indonesia Serikat mulai bergelora. Serpihan ledakan bom waktu peninggalan
Belanda mulai menunjukkan akibatnya. Pada umumnya serpihan tersebut
mengisyaratkan tiga hal. Pertama, ketakutan antek tentara Belanda yang
tergabung dalam KNIL, yang bertanya-tanya akan bagaimana nasib mereka setelah
penyerahan kedaulatan tersebut. Kedua, terperangkapnya para pimpinan tentara
yang jumlahnya cukup banyak dalam penentuan sikap dan ideologi mereka. Utamanya
para pimpinan militer didikan dan binaan Belanda. Terahir, masih banyaknya
terjadi dualisme kepemimpinan dalam kelompok ketentaraan Indonesia antara
kelompok APRIS dengan kelompok pejoang gerilya.
Walaupun sejak bulan Juni 1947 Pemerintah
RI telah mengeluarkan kebijaksanaan bahwa segenap badan kelaskaran baik yang
tergabung dalam biro perjoangan maupun yang lepas berada dalam satu wadah dan
satu komando yaitu Tentara Nasional Indonesia (TNI). Ketiga hal tersebut
semakin mengental pada daerah yang masih kuat pengaruh “Belandanya”. Salah satu
daerah dimaksud adalah wilayah Sulawesi Selatan.
Tiga peristiwa di tahun 50 yang
terjadi dikota Makassar dan wilayah Sulawesi Selatan memperlihatkan kekentalan
tersebut. Peristiwa pertama terjadi pada tanggal 5 April 1950 yang terkenal
sebagai peristiwa Andi Azis. Peristiwa kedua yang terjadi pada tanggal 15 Mei
1950 dan ketiga yang terjadi pada tanggal 5 Agustus 1950. Dalam ketiga
peristiwa tersebut yang menjadi penyebabnya selalu permasalahan mengenai
kegamangan tentara KNIL akan nasib mereka. Sedangkan 2 peristiwa terahir
menjadi tolak ukur dari kegamangan tersebut. Menteri Pertahanan RIS, Sri Sultan
Hamengkubuwono IX dalam pertemuan pers mengatakan bahwa tidak heran dengan
terjadinya peristiwa paling ahir pada tanggal 5 Agustus 1950 (Sin Po 8/8/50).
Rentetan ketiga peristiwa di Makassar tersebut agaknya selalu bermula dari
upaya-upaya para anggota KNIL (kemudian dilebur dalam KL) untuk mengacaukan
kehidupan rakyat di Makassar sekaligus berupaya untuk memancing tentara APRIS
memulai serangan kepada mereka. Tidak kalah ikut menentukan suasana panas
dikota Makassar adalah persoalan tuntutan masyarakat untuk segera menuju negara
kesatuan. Tentu saja gerakan rakyat ini tidak saja terjadi di Indonesia Timur,
tapi juga di Jawa Timur, Pasundan, Sumatera Timur dan berbagai daerah lainnya.
Pemerintah RIS dalam hal ini atau setidaknya banyak fihak dalam kabinet dan
Parlemen sangat memberi angin menuju Negara Kesatuan.Rencana kedatangan tentara
APRIS ke Makassar nampaknya terlalu dibesar-besarkan semata-mata karena rasa
takut akan menguntungkan fihak pemerintah pusat (RIS).
Oleh karena itu bukan tidak mungkin
pemberontakan Andi Aziz adalah rekayasa politik fihak KNIL akibat provokasi
tokoh-tokoh anti RIS dalam pemerintahan Negara Indonesia Timur. Andi Aziz
sendiri diyakini banyak fihak adalah seorang anggota militer dengan pribadi
yang baik. Namun dalam sekala kesatuan militer KNIL di Sulawesi Selatan dirinya
lebih condong sebagai boneka. Tampak bahwa Kolonel Schotborg dan jakasa agung
NIT Sumokil adalah pengendali utama kekuatan KNIL dikota Makassar. Dari hasil
pemeriksaan Aziz dalam sidang militer yang digelar tiga tahun kemudian (1953),
saksi mantan Presiden NIT Sukawati dan Let.Kol Mokoginta tidak banyak meringankan
terdakwa yang pada ahirnya dihukum penjara selama 14 tahun. Dalam persidangan
tersebut terdakwa mengaku bersalah, tidak akan naik appel tapi merencanakan
minta grasi kepada Presiden. Ketika sedang berlangsungnya pemberontakan Andi
Aziz di Makassar, untuk mengantisipasinya Pemerintah RIS di Jakarta telah
membentuk pasukan gabungan Expedisi Indonesia Timur.
Pasukan ini terdiri dari batalyon
ADRIS dari Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur didukung oleh AURIS, ALRIS
dan Kepolisian. Sebagai pimpinan Komando ditunjuk Kolonel A.E Kawilarang
Panglima TT Sumatera Utara. Ketika pasukan besar ini sedang dipersiapkan
keberangkatannya, telah lebih dahulu diberangkatkan batalyon Worang yang tiba
di Sulawesi Selatan pada tanggal 11 April 1950. Meskipun Worang tidak dapat
langsung mendarat di Makassar tapi di Jeneponto yang letaknya 100 km keselatan,
rakyat menyambutnya dengan sukacita. Sebuah foto yang disiarkan majalah Merdeka
terbitan 13 Mei 1950 menggambarkan hal tersebut. Terlihat 3 orang anggota
tentara APRIS yang berjalan menuju kerumunan massa dimana dilatar belakang
tampak spanduk bertuliskan “ SELAMAT DATANG TENTARA KITA”. Pertempuran besar
memang tidak terjadi antara pasukan APRIS Worang dengan KNIL di Makassar bahkan
Andi Aziz ahirnya mau menyerah guna memenuhi panggilan Pemerintah Pusat di
Jakarta meskipun telah melampaui batas waktu 4 X 24 Jam untuk mendapat
pengampunan. Menyerahnya Andi Azis kemungkinan besar karena kekuatan pendukung
dibelakangnya sudah tidak ada lagi yaitu Sumokil yang sudah terbang ke Ambon
via Menado dan Kolonel Schotborg yang siap dimutasi untuk pulang ke Belanda.
Setelah Andi Aziz menyerah, banyak tentara dari bekas infantri KNIL yang tidak
tahu lagi siapa pemimpin mereka dan bagaimana nasib mereka selanjutnya.
Sementara untuk bergabung dengan APRIS belum ada ketentuan karena belum ada
peraturan resmi yang akan membubarkan KNIL (KNIL bubar tgl 27 Juli 1950). Tak
heran mereka kemudian memprovokasi rakyat dan kemudian memulai serangan
terhadap pos-pos tentara APRIS.
Menjelang pertempuran yang terjadi
antara pasukan KNIL dengan pasukan APRIS pada tanggal 15 Mei 1950 bermula
ketika banyak anggota KNIL menurunkan bendera merah putih disekitar kampemen
tempat anggota KNIL berdiam. Peristiwa penurunan bendera Sang Saka merah Putih
itu terjadi bersamaan degan tibanya Presiden RIS Soekarno dikota Makasasar yang
memulai lawatannya ke Sulawesi. Setelah Merah Putih diturunkan berlanjut dengan
coretan tembok rumah rakyat dan spanduk disekitar kampemen KNIL berisi tulisan
yang memojokkan Negara Republik Indonesia Serikat. Peristiwa ini juga kemudian
berkaitan dengan ditembaknya seorang Perwira APRIS oleh tentara KNIL. Peristiwa
diatas memicu ketegangan yang memunculkan ketidak sabaran anggota APRIS
terhadap tindakan dan ulah provokasi KNIL. Rakyat yang diprovokasi tidak sabar
menunggu komando untuk menyerang KNIL. Pasukan pejoang gerilya dibawah batalyon
Lipang Bajeng dan Harimau Indonesia telah mempersiapkan diri untuk hal
tersebut. Sementara tentara KNIL sudah semakin mengeras upayanya untuk menghancurkan
kekuatan APRIS untuk menguasai Makassar. Maka pada tanggal 15 Mei 1950
terjadilah pertempuran besar dikota Makassar. Pasukan KNIL menyerbu barak-barak
APRIS, membakar rumah rakyat, menghancurkan rumah dan toko-toko didaerah
pecinaan. Sekitar Makassar penuh dengan api, bau anyir darah dan berbagai
desing senjata. Serangan KNIL ini memang sudah diwaspadai APRIS. Tentara APRIS
kemudian membalas serangan dan bersamaan dengan itu pasukan pejoang gerilya
dari Batalyon Lipang Bajeng dan Harimau Indonesia telah turun dari dua kota
pangkalan mereka di Polobangkeng dan Pallangga yang terletak disekitar kota
Makassar. Seketika suasana medan laga telah berubah. Pasukan APRIS bersama dua
batalyon pejoang tersebut dan rakyat Makassar menyerang balik tentara KNIL.
Dalam keadaan demikian inilah Kolonel
AH Nasution selaku Kepala Staf ADRIS bersama dengan Kolonel Pereira selaku
Wakil Kepala Staf KNIL tiba di Makassar. Kedua pucuk pimpinan tentara ini
kemudian meninjau keadaan dan berunding. Pada tgl 18 Mei 1950 wakil dari APRIS
yaitu Overste Sentot Iskandardinata dan Kapten Leo Lopolisa berunding dengan
wakil dari KNIL yaitu Kolonel Scotborg, Overste Musch dan Overste Theyman yang
disaksikan oleh Kolonel AH Nasution serta Kolonel AJA Pereira. Perundingan
menghasilkan dua keputusan penting yaitu dibuatnya garis demarkasi serta tidak
diperbolehkannya kedua tentara APRIS dan KNIL untuk mendekati dalam jarak 50
meter. Untuk sementara keadaan dapat diamankan. Perundingan pertama ini
detailnya menghasilkan persetujuan untuk melokalisir tentara KNIL ditiga tempat
. Namun rupanya persetujuan dimaksud tidak ditaati. Antara menerangkannya
sebagai berikut : “Tetapi persetujuan tinggal persetujuan. Maka pada hari
selasa pertempuran mulai lagi berjalan dengan sengit. Pertempuran yang paling
sengit terjadi diempat tempat. Yaitu tangsi KNIL di Mariso, sekitar tangsi KNIL
Matoangin, Boomstraat, sekitar Stafkwartier KNIL di Hogepad. Pertempuran sudah
berjalan tiga hari tiga malam lamanya tetapi belum juga berhenti” (Kempen
1953:302). Pada ahir Juli 1950 pasukan KNIL dibubarkan. Muncul permasalahan
baru. Mau dikemanakan para prajurit ex KNIL tersebut. Sebagian memang dilebur
kedalam KL, sebagian lagi menunggu untuk diterima sebagai anggota APRIS. Namun
masa penantian ini secara psikologis amat merisaukan para anggota tentara KNIL.
Pertama mereka dianggap rakyat sebagai kaki tangan Kolonial Belanda, sementara
disisi lain bekas majikannya tidak mengindahkan nasib mereka. Tmbullah usaha
provokasi baru yang antara lain dilukiskan sebagai berikut : “Sesudah anggota
KNIL di Makassar memperoleh kedudukan sementara sebagai anggota KL pada tanggal
26 Juli 1950 keadaan tidak bertambah baik, sebaliknya mereka terus menerus
menimbulkan kesulitan-kesulitan. Mereka antara lain menentang dengan kekerasan
usaha pimpinan tentara Belanda untuk menyerahkan alat tentaranya kepada tentara
Belanda. Mereka sering menganiaya penduduk. Bendera-bendera kebangsaan
(maksudnya Merah Putih) disekitar kampemen mereka turunkan dan ahir-ahir ini
mereka dengan kejam membunuh perwira Indonesia yang bereda dekat kampemen
ketika sedang mengunjungi keluarganya” (Antara 12/8/1950). Berbagai tindakan
provokasi yang dilakukan para eks KNIL ternyata tidak mendapat tanggapan
emosinal oleh APRIS. Sehingga terkesan APRIS terlalu sabar. Kesan sabar ini
tertimpakan pada pucuk pimpinan APRIS Panglima Tentara dan Teritorium Indonesia
Timur Kolonel AE Kawilarang. Pada saat itu Antara menulis : “Kemaren jam 17.00
Kawilarang telah mengadakan pertemuan dengan wakil-wakil partai dan organisasi
di Makassar. Dikatakannya bahwa ia mengerti akan kekecewaan rakyat terhadap
tindakan APRIS yang oleh rakyat dianggap terlalu sabar dalam menghadapi segala
percobaan (masudnya dari fihak KNIL) tetapi dikatakannya seterusnya bahwa dalam
hal ini orang harus ingat bahwa APRIS adalah bagian resmi dari Pemerintah
sedangkan KNIL dipandang sebagai tentara tamu selama mereka belum diorganisir
dan semua itu terikat dalam perjanjian KMB yang harus dihormati. Kami cukup
kuat dan pasti dapat menyelesaikan segala sesuatu dengan senjata tetapi dengan
demikian keadaan akan bertambah kacau dan nama negara kita dimata dunia akan
surut. (Antara 3/6/1950). Dua hal yang antagonis antara provokasi yang
dilakukan tentara KNIL dan kesabaran pucuk pimpinan APRIS tersebut menimbulkan dilema
dalam menetapkan kebijaksanaan yang akan diambil APRIS selanjutnya. Apalagi
kemudian rakyat Makassar semakin mempertajam sikap mereka terhadap tentara KNIL
dengan melakukan pemboikotan seluruh kegiatan perdagangan dari dan ke
markas-markas KNIL. Suasana tegang ini ibarat bisul yang akan meletus
sewaktu-waktu. Agar APRIS tidak keliru mengambil langkah dalam mengantisipasi
ketegangan yang semakin tinggi pada tgl 5 Agustus 1950, APRIS setuju untuk
mengadakan perundingan dengan wakil militer Belanda di Indonesia. Pertemuan
yang diikuti oleh tiga wakil tentara Belanda dan dihadiri pula oleh wakil dari
UNCI, menyepakati sikap untuk mengendurkan ketegangan melalui APRIS yang
berjanji akan mengadakan pendekatan kepada rakyat agar menghentikan boikot
kepada tentara KNIL. Belum upaya mengendurkan itu dilakukan oleh APRIS, hari
itu pula pada pukul 17.20 selang 80 menit dari usainya persetujuan tersebut
tentara eks KNIL melakukan serangan sitematis keseluruh barak dan asrama
tentara APRIS. Tindakan yang kelewat batas tersebut dan menghianati
persetujuan, pantang ditolak oleh segenap pasukan APRIS, pejoang gerilya yang
tergabung dalam Divisi Hasanudin serta rakyat Makassar. Dalam tempo sekejap
memang tentara eks KNIL dapat menguasai medan pertempuran, namun keadaan cepat
berubah beberapa jam kemudian. Pasukan APRIS yang didukung oleh kekuatan Udara
dan Laut menghantam terus menerus barak-barak eks tentara KNIL. Belum lagi
serangan-serangan dari pasukan Divisi Hasanudin dan rakyat. Tidak sampai 3 X 24
jam pasukan eks KNIL sudah terkepung dibarak-barak mereka. Ahirnya pada tanggal
8 Agustus 1950 bertempat dilapangan terbang Mandai diadakan persetujuan antara
Kolonel AE Kawilarang yang mewakili APRIS dan Mayor Jendeal Scheffelaar sebagai
wakil Komisaris Tinggi Kerajaan Belanda di Indonesia. Merka sepakat agar
seluruh anggota pasukan KL meninggalkan Makassar dan menyerahkan seluruh
perlengkapannya kepada APRIS. Bagi mereka yang menolak akan dikeluarkan dari
KL. Pada pukul 16.00 tanggal 8 Agustus dengan muka tertunduk malu dimulailah
pasukan KL meninggalkan Makassar diiringi cemooh segenap rakyat. Dan untuk
pertama kalinya sejak penyerahan kedaulatan tanggal 27 Desember 1949, pasukan
APRIS pantas bertepuk dada karena telah memenangkan perang dan mengusir pasukan
KL tampa syarat. Merah Putih telah tegak berdiri menggantikan Merah Putih Biru
untuk selama lamanya. Kemenangan ini tidak lepas dari dukungan seluruh rakyat
termasuk para pejoang gerilya yang telah bahu membahu berjoang dengan pasukan
APRIS. Sebuah fenomena monumental yang mencatat dengan tinta emas dalam buku
sejarah Nasional kebesaran TNI. Walau bagaimanapun TENTARA KITA pernah jaya dan
akan tetap jaya untuk selama-lamanya. Hal ini antara lain disebabkan karena
pucuk pimpinannya sangat cermat dan memiliki kewaspadaan serta kedalaman
berfikir dalam mengatur strategi. Mungkin inilah kelebihan Kolonel AE
Kawilarang.
BAB 2
PENUTUP
Kesimpulan
Andi Azis akhirnya menjalani hukumannya di Jakarta hingga
bebas dimana dia memperoleh keringanan hukuman menjadi 8 tahun. Pembebasan itu
bersyarat karena setiap hari Senin Andi Azis harus melapor pada pihak yang
berwajib.2 Sejak berakhirnya peristiwa Andi Azis Affair, yang biasa disebut
Pemberontakan Andi Azis, nama Andi Abdul Azis tidak pernah lagi disebut dalam
buku sejarah Indonesia.
Daftar Pustaka
1. Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto.
2008. Sejarah Nasional Indonesia VI: Zaman Jepang dan Zaman Republik
Indonesia (±1942-1998). Jakarta: Balai Pustaka. Hal: 352. 2. Disjarahad,
Sejarah TNI AD (1945-1973) Peranan TNI AD dalam Menegakkan Negara Kesatuan RI.
Hal 131. 3. Matanasi, Patrik. 2009. PERISTIWA ANDI AZIS: Kemelut Mantan KNIL di
Sulawesi Selatan Pasca Pengembalian Kedaulatan. Yogyakarta: Media Pressindo.
Hal: 100
1. Poesponegoro, Marwati
Djoened dan Nugroho Notosusanto. 2008. Sejarah Nasional Indonesia VI: Zaman
Jepang dan Zaman Republik Indonesia (±1942-1998). Jakarta: Balai Pustaka.
2. Matanasi, Patrik. 2009. PERISTIWA ANDI AZIS:
Kemelut Mantan KNIL di Sulawesi Selatan Pasca Pengembalian Kedaulatan.
Yogyakarta: Media Pressindo. 3. Soetrisno, Eddy.
2002. Buku Pintar Indonesia Abad XX. Jakarta: Taramedia & Restu
Agung.
WWW.GOOGLE.COM
Untuk Kelompok 3, copy blog ini sebagai bahan presentasi kita. Jangan Lupa Langsung di Print sendiri-sendiri yaa :))
BalasHapusapa komentar untuk peristiwa tersebut
Hapusmenarik sekali
BalasHapus