MAKALAH PKN
Materi : “Tragedi
Tanjung Priok”
Di
Susun Oleh Kelompok 4
1. Muh. Adha
2. Muhammad Faisal
3. Muhammad Ridwan
4. Muhammad Zakir
5. Novitasari
SMA NEGERI 1 DOMPU
TAHUN AJARAN 2015 – 2016
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr. wb
Puji
dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. karena berkat rahmat dan
karunian-Nya saya dapat menyelesaikan makalah tentang Kasus Tanjung Priok
1984 ini. Semoga rahmat dan salam selalu tercurah kepada kita
sebagaimana Allah SWT. curahkan kepada nabi besar kita Muhammad SAW.
Makalah Kasus
Tanjung Priok 1984 ini dibuat untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Hak Asasi Manusia yang merupakan suatu pelatihan
bagi mahasiswa. Disamping itu juga berfungsi sebagai suatu kegiatan untuk
meningkatkan dan mengembangkan kreativitas kerja mahasiswa.
Ucapan terimakasih kami ucapkan kepada semua pihak
yang telah membantu selama pembuatan makalah ini. Kami menyadari sepenuhnya
bahwa makalah yang kami buat ini memiliki banyak sekali kekurangan, maka dari
itu kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua
pihak. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan
bagi para pembaca pada umumnya.
Wassalamu’alaikum wr. wb
DOMPU, 25 AGUSTUS
2015
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar .........................................................................................................................1
Daftar Isi
...................................................................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN
..............................................................................................................3
Latar Belakang
..........................................................................................................................3
Rumusan Masalah
....................................................................................................................3
Tujuan
.......................................................................................................................................3
BAB 2 PEMBAHASAN
................................................................................................................4
a.
Latar belakang Peristiwa Tanjung Priok
1984 ...............................................................4
·
Sebab Umum dan Sebab Khusus
............................................................................4
b. Peristiwa
Berdarah Tanjung Priok 1984 .......................................................................5
c. Penanganan
kejadian ...................................................................................................7
d. Pelanggaran
HAM .......................................................................................................10
BAB 3 PENUTUP ......................................................................................................................13
Kesimpulan
.............................................................................................................................13
Daftar Pustaka
.......................................................................................................................14
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Indonesia merupakan negara yang berdasarkan Pancasila.
Pemerintah Orde Baru pada era tahun 1980-an menginginkan Pancasila sebagai
satu-satunya ideologi di Indonesia sehingga pemerintah saat itu
mensosialisasikan Rancangan Undang-Undang (RUU) No 5/1985 tentang pemberlakuan
asas tunggal Pancasila. Pada 1984 beredar desas-desus bahwa Soeharto akan
mendorong adanya asas Tunggal, yaitu Pancasila, sebagai satu-satunya platform
ideologi politik untuk seluruh partai dan lembaga politik di Indonesia.
Keinginan Soeharto ini ditanggapi dengan sinis oleh sebagian besar tokoh Islam
di Indonesia. Soeharto, dengan gaya anti-komunisnya, menyatakan tidak perlu
khawatir karena Pancasila itu sila pertamanya adalah Ketuhanan yang Maha Esa,
jadi soal-soal spiritual tidak akan terbengkalai walau digantikan dengan
Pancasila.
Selain
itu, Indonesia juga dikenal sebagai negara hukum. Namun kenyataannya, penegakan
hukum di Indonesia masih sangat lemah. Hal ini dapat dilihat dari kasus-kasus
pelanggaran HAM yang belum mampu ditangani oleh pemerintah, khususnya
kasus-kasus pada masa Orde Baru, salah satu kasus tersebut adalah Peristiwa
Tanjung Priok 1984. Makalah ini mengangkat tema Peristiwa Tanjung Priok 1984
sebagai objek penelitian, karena mengingat peristiwa ini merupakan salah satu
kasus pelanggaran HAM yang dampaknya berkelanjutan hingga saat ini. Kemudian
Peristiwa Tanjung Priok 1984 ini juga adalah peristiwa yang berhubungan dengan
(RUU) No.5 Tahun 1985 tentang pemberlakuan asas tunggal
Pancasila.
B. Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah yang kami kaji dalam makalah ini
antara lain:
1. Bagaimana latar
belakang terjadinya peristiwa Tanjung Priok 1984?
2. Bagaimana proses
terjadinya Peristiwa Tanjung Priok 1984?
3. Bagaimana Penanganan
kasus Tanjung Priok 1984?
4. Apa Pelanggaran Hak
Asasi Manusia yang ada pada kasus Tanjung Priok 1984?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui latar belakang
terjadinya peristiwa Tanjung Priok 1984.
2. Untuk mengetahui proses terjadinya
Peristiwa Tanjung Priok 1984.
3. Untuk mengetahui Penanganan kasus
Tanjung Priok 1984.
4. Untuk mengetahui Pelanggaran Hak
Asasi Manusia yang ada pada kasus Tanjung Priok 1984.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Latar Belakang Peristiwa Tanjung Priok 1984
·
Sebab umum
Ekonomi
Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi Indonesia yang
spektakuler selama dasawarsa 1970-an, tidak berhasil menciptakan fundamen
ekonomi nasional yang kuat. Hal ini dikarenakan dua pilar utama pembangunan
yaitu ekspor migas dan utang luar negeri, sehingga ketika dunia mengalami
krisis ekonomi dan turunnya harga minyak secara drastis di awal dasawarsa
1980-an, perekonomian Indonesia pun terpuruk. Tingkat inflasi juga mengalami
peningkatan, pada tahun 1983 sebesar 13,52% dan pada 1984 menjadi 15,53%
padahal pada tahun 1982 hanya 9,06%. Ini menyebabkan beban biaya hidup semakin
berat. Awal dasawarsa 1980-an merupakan kondisi sulit bagi sebagian besar
rakyat Indonesia untuk menjalani hidup kesehariannya.
Politik
Di bidang politik pada saat yang bersamaan juga sedang
terjadi konstraksi antara pemerintah dengan ormas serta parpol Islam. Untuk
menaklukkan kelompok-kelompok dan parpol Islam, pada tahun 1983 pemerintah
menerapkan kebijakan asas tunggal, yaitu pada sidang umum MPR mengeluarkan
ketetapan MPR No II/1983 tentang garis-garis besar haluan Negara bab IV D Pasal
3: “....demi kelestarian dan pengamalan pancasila, kekuatan-kekuatan politik
khususnya partai politik dan golongan karya harus benar-benar menjadi kekuatan
sosial politik yang hanya berasaskan Pancasila sebagai satu-satunya asas..”
Akibat keputusan tersebut mendapat reaksi keras dari
beberapa kelompok masyarakat diantaranya petisi 50 dan juga masyarakat Tanjung
Priok. Karena berdasarkan keputusan tersebutsemua ormas dan partai yang ada di
Indonesia harus memiliki kesatuan dan hanya satu asas, yaitu Pancasila. Maksud
dari diterapkannya kebijakan ini adalah untuk mencabut ormas dan parpol Islam
dari akar ideologinya, Islam. Hal ini tentu saja mendapat tanggapan dan
tantangan dari ormas dan partai Islam. Kondisi ini semakin memperuncing konflik
antara pemerintah dan ormas serta parpol Islam.
·
Sebab Khusus:
Di sekitar Masjid As-Sa’adah terpasang pamflet dan poster
yang bersifat SARA’. Karena himbauan petugas agar pamflet-pamflet dan
poster-poster itu dihapus atau dicabut tidak dihiraukan, akhirnya seorang
petugas Babinsa Kodim yaitu Sersan Hermanu pada hari jumat tanggal 7 September
1984, mencabut pamflet-pamflet tersebut dengan memasuki Masjid tanpa membuka
sepatu dan melakukan pengotoran mushola dengan menggunakan air got. Apa yang
dilakukan Sersan Hermanu tersebut menyulut kemarahan dari umat Islam di sekitar
Masjid. Akibat dari provokasi ini, warga menuntut Hermanu untuk meminta maaf
dan mengakui kesalahannya. Akan tetapi Hermanu tetap bersikukuh tidak mengakui
perbuatannya, dan pada saat yang sama sebagian masyarakat yang sudah
sangat emosi oleh sikap Hermanu akhirnya membakar motor dinas Babinsa
yang dikendarai Hermanu. Hermanu berhasil diamankan oleh pengurus Masjid dari
kemarahan warga. Namun justru pihak kodim malah menangkap empat orang warga
yang dianggapnya bertanggungjawab atas pembakaran motor petugas tersebut. Dan penangkapan
keempat tersangka tersebut kemudian menjadi pemicu terjadinya peristiwa yang
lebih besar.
Pada tahun 1984 Terjadi pengkritisan terhadap
penerapan pancasila sebagai satu-satunya asas, pengkritisan terhadap pelarangan
pemakaian jilbab terhadap remaja putri disekolah-sekolah, dan program
berencana. Tepatnya pada tanggal 7 September 1984 Sersan Satu Hermanu,
Bintara Pembina Desa (Babinsa) Kodim 0502 yang beragama Khatolik datang ke
musholla As-Sa’adah. Dia meminta jamaah mencabut pamflet-pamflet yang menempel
di Masjid yang bersifat SARA, yaitu mengkritisi penerapan pancasila
sebagai satu-satunya asas, pelarangan pemakaian jilbab terhadap pelajar putri
dan Keluarga Berencana.
Karena himbauan petugas agar pamflet-pamflet dan
poster-poster itu dicabut tidak dihiraukan,pada tanggal 8 September 1984 Sersan
Satu Hermanu kembali mendatangi Masjid As-Sa’adah, karenaHermanu masih melihat
poster-poster yang menghujat pemerintah ditempel di Masjid, kemudian iamasuk
tanpa membuka sepatu dan memerintahkan rekanya melepas famplet. Karena susah
membuka famplet, akhirnya Hermanu menyiram dengan air got, bahkan ia sampai
menginjak Al-Quran dan menodongkan pistol kepada jamaah yang di musolla yang
berusaha melarang perbuatanya.
Akibat dari perbuatan Hermanu, berita tersebut akhirnya
menyebar keseluruh daerah priok danmenyulut kemarahan dari umat Islam. Dari
provokasi ini, warga menuntut Hermanu untuk meminta maaf dan mengakui
kesalahannya. Akan tetapi Hermanu tetap bersikukuh tidak mengakui perbuatannya,
dan pada saat yang sama sebagian masyarakat sudah sangat emosi oleh sikap
Hermanu, motor dinas Babinsa yang dikendarai Hermanu dibakar. Hermanu berhasil
diamankan oleh pengurus Masjid dari kemarahan warga.
Namun pihak aparat justru menangkap empat orang warga yang
dianggapnya sebagai yang bertanggungjawab atas pembakaran motor petugas
tersebut. Adapun empat orang itu adalah M. Noor sebagai orang yang memang
bertanggung jawab atas pembakaran motor, kemudian Syarifudin Rambe dan Sofwan
Sulaiman sebagai orang yang dituduh bertanggung jawab terhadap pembakaran
motor, dan Ah. Sahi sebagai ketua Mushola As-Sa’adah. Penangkapan keempat
tersangka tersebut kemudian menjadi pemicu terjadinya peristiwa yang lebih
besar.
Pada tanggal 11 September 1984 Amir Biki salah seorang
pimpinan Posko 66, dia adalah orang yang dipercaya semua pihak yang
bersangkutan untuk menjadi penengah jika ada masalah antara penguasa (militer)
dan masyarakat. Amir Biki menyampaikan tuntutannya kepada pihak-pihak
yang berwajib untuk meminta pembebasan empat orang jamaah yang ditahan oleh
Kodim, yang diyakininya tidak bersalah, selambat-lambatnya pukul 23.00
malam hari itu juga. Namun usaha Amir Biki untuk meminta keadilan ternyata
sia-sia.
Walaupun dalam suasana tantangan yang demikian, pada
tanggal 12 September 1984 acara pengajian remaja Islam di Jalan Sindang
Raya, yang sudah direncanakan jauh sebelum ada peristiwa Mushala As-Sa’adah tetap
dilaksanakan. Penceramahnya tidak termasuk Amir Biki, yang memang bukan
mubaligh dan memang tidak pernah mau naik mimbar. Akan tetapi, dengan
latar belakang rangkaian kejadian di hari-hari sebelumnya, jemaah pengajian mendesaknya
untuk naik mimbar dan memberi petunjuk. Pada kesempatan pidato itu, Amir Biki
berkata antara lain, “Mari kita buktikan solidaritas islamiyah. Kita
meminta teman kita yang ditahan di Kodim. Mereka tidak bersalah. Kita protes
pekerjaan oknum-oknum ABRI yang tidak bertanggung jawab itu. Kita berhak
membela kebenaran meskipun kita menanggung resiko. Kalau mereka tidak
dibebaskan maka kita harus memprotesnya.” Selanjutnya, Amir Biki berkata, “Kita
tidak boleh merusak apa pun! Kalau ada yang merusak di tengah-tengah
perjalanan, berarti itu bukan golongan kita (yang dimaksud bukan darijamaah
kita).” Pada saat berangkat jamaah pengajian dibagi dua, sebagian
menuju Polres dan sebagian menuju Kodim.
Setelah sampai di depan Polres, kira-kia 200 meter jaraknya,
di situ sudah dihadang oleh pasukan ABRI berpakaian perang dalam posisi pagar
betis dengan senjata otomatis di tangan. Sesampainya jamaah pengajian ke tempat
itu, terdengar militer itu berteriak, “Mundur-mundur!” Teriakan “mundur-mundur”
itu disambut oleh jamaah dengan pekik, “Allahu Akbar! Allahu Akbar!” Saat itu
militer mundur dua langkah, lalu memuntahkan senjata-senjata otomatis dengan
sasaran para jamaah pengajian yang berada di hadapan mereka, selama kurang
lebih tiga puluh menit. Jamaah pengajian lalu bergelimpangan sambil menjerit
histeris, beratus-ratus umat Islam jatuh menjadi syuhada. Malahan ada
anggota militer yang berteriak, “Bangsat! Pelurunya habis. Anjing-anjing ini
masih banyak!” Lebih sadis lagi, mereka yang belum mati ditendang-tendang dan
kalau masih bergerak maka ditembak lagi sampai mati.
Tidak lama kemudian datanglah dua buah mobil truk besar
beroda sepuluh buah dalam kecepatan tinggi yang penuh dengan pasukan. Dari atas
mobil truk besar itu dimuntahkan peluru-peluru dan senjata-senjata otomatis ke
sasaran para jamaah yang sedang bertiarap dan bersembunyi di pinggir-pinggir
jalan. Lebih mengerikan lagi, truk besar tadi berjalan di atas jamaah pengajian
yang sedang tiarap di jalan raya, melindas mereka yang sudah tertembak atau
yang belum tertembak, tetapi belum sempat menyingkir dari jalan raya yang
dilalui oleh mobil truk tersebut. Jeritan dan bunyi tulang yang patah dan remuk
digilas mobil truk besar terdengar jelas oleh para jamaah umat Islam yang
tiarap di got-got/selokan-selokan di sisi jalan.
Setelah itu, truk-truk besar itu berhenti dan turunlah
militer-militer itu untuk mengambil mayat-mayat yang bergelimpangan itu dan
melemparkannya ke dalam truk. Dua buah mobil truk besar itu penuh oleh mayat-mayat
atau orang-orang yang terkena tembakan yang tersusun seperti karung
goni. Setelah mobil truk besar yang penuh dengan mayat jamaah
pengajian itu pergi, tidak lama kemudian datanglah mobil-mobil ambulans dan
mobil pemadam kebakaran yang bertugas menyiram dan membersihkan darah-darah di
jalan raya dan di sisinya, sampai bersih.
Sementara itu, rombongan jamaah pengajian yang menuju Kodim
dipimpin langsung oleh Amir Biki. Kira-kira jarak 15 meter dari kantor Kodim,
jamaah pengajian dihadang oleh militer untuk tidak meneruskan perjalanan, dan
yang boleh meneruskan perjalanan hanya 3 orang pimpinan jamaah pengajian itu,
di antaranya Amir Biki. Begitu jaraknya kira-kira 7 meter dari kantor Kodim, 3
orang pimpinan jamaah pengajian itu diberondong dengan peluru yang keluar dari
senjata otomatis militer yang menghadangnya. Ketiga orang pimpinan jamaah itu
jatuh tersungkur menggelepar-gelepar. Melihat kejadian itu, jamaah pengajian
yang menunggu di belakang sambil duduk, menjadi panik dan mereka berdiri mau
melarikan diri, tetapi disambut oleh tembakan peluru otomatis. Puluhan orang
jamaah pengajian jatuh tersungkur menjadi syahid. Menurut ingatan saudara
Yusron, di saat ia dan mayat-mayat itu dilemparkan ke dalam truk militer yang
beroda 10 itu, kira-kira 30-40 mayat berada di dalamnya, lalu dibawa menuju
Rumah Sakit Gatot Subroto (dahulu RSPAD). Sesampainya di rumah sakit,
mayat-mayat itu langsung dibawa ke kamar mayat, termasuk di dalamnya saudara
Yusron. Dalam keadaan bertumpuk-tumpuk dengan mayat-mayat itu di kamar mayat,
saudara Yusron berteriak-teriak minta tolong. Petugas rumah sakit datang dan
mengangkat saudara Yusron untuk dipindahkan ke tempat lain.
Namun di sisi lain ada juga yang menyatakan bahwa peristiwa
berdarah Tanjung Priok 1984 adalah satu peristiwa yang sudah disiapkan
sebelumnya dengan matang oleh intel-intel militer. Militerlah yang menskenario
dan merekayasa kasus pembataian Tanjung Priok, Ini adalah bagian dari operasi
militer yang bertujuan untuk mengkatagorikan kegiatan-kegiatan keislaman
sebagai suatu tindak kejahatan, dan para pelaku dijadikan sasaran korban.
Terpilihnya Tanjung sebagai tempat sebagai "The Killing field" juga
bukan tanpa survey dan analisa yang matang dari intelejen. Kondisi sosial
ekonomi tanjung priok yang menjadi dasar pertimbangan. Tanjung Priok adalah
salah satu wilayah basis Islam yang kuat, denga kondisi pemukiman yang padat
dan kumuh. Mayoritas penduduknya tinggal dirumah-rumah sederhana yang
terbuat dari barang bekas pakai. kebanyakan penduduknya bekerja sebagai buruh
galangan kapal, dan buruh serabutan. Dengan kondisi sosial ekonomi yang rendah
ditambah dengan pendidikan yang minim seperti itu menjadikan Tanjung Priok
sebagai wilayah yang mudah sekali terpengaruh dengan gejolak dari luar,
sehingga mudah sekali tersulut berbagai isu.
Bahkan suasana panas di Tanjung Priok sudah di rasakan
sebulan sebelum peristiwa itu terjadi. Upaya-upaya provokatif memancing
massa telah banyak dilakukan diantaranya, pembangunan gedung bioskup tugu yang
sering memutar film maksiat yang berdiri persis berseberangan degan
masjid Al-hidayah. Tokoh-tokoh islam menduga keras bahwa suasana panas itu
memang sengaja direkayasa oleh orang-orang tertentu di pemerintahan yang
memusuhi islam. Suasana rekayasa ini terutama sekali dirasakan oleh ulama-ulama
di luar tanjung priok. Sebab, di kawasan lain kota di jakarta terjadi sensor
yang ketat terhadap para mubaligh, kenapa di Tanjung Priok sebagai basis islam
para mubalighnya bebas sekali untuk berbicara, bahkan mengkritik pemerintah dan
menentang azas tunggal pancasila. Tokoh senior seperti M Natsir dan syarifudin
Prawiranegara sebenarnya telah melarang ulama untuk datang ke tanjung priok
agar tidak masuk perangkap, namun seruan itu rupanya tidak terdengar oleh
ulama-ulama tanjung priok.
C.
Penanganan Kejadian
Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum.
Salah satu dari unsur hukum tersebut adalah adanya jaminan perlindungan dan
penghormatan atas HAM. Yang dimaksud dengan Hak Asasi Manusia adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum dan pemerintah, dan setiap
orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Dalam menangani kasus Tanjung Priok 1984 tidak semudah
seperti menangani kasus pelanggaran biasanya, karena kasus Tanjung Priok ini
termasuk ke dalam kasus pelanggaran HAM berat. Seperti yang tertera dalam
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Bab IX tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
pasal 104, yakni:
(1) Untuk mengadili pelanggaran hak asasi
manusia yang berat dibentuk Pengadilan Hak Asasi Manusia di lingkungan
Peradilan Umum
(2) Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dibentuk dengan undang-undang dalam jangka waktu paling lama 4 (empat)
tahun
(3) Sebelum terbentuk Pengadilan Hak Asasi
Manusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), maka kasus-kasus pelanggaran hak
asasi manusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diadili oleh pengadilan yang
berwenang
Selain itu, kasus Tanjung Priok 1984 ini merupakan kasus
yang terjadi sebelum adanya undang-undang tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
sehingga kasus Tanjung Priok ini harus diputus oleh Pengadilan HAM ad hoc, hal
ini tertera juga dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 pasal 43 ayat 1 bahwa
Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat yang terjadi sebelum diundangkannya
Undang-undang ini, diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM ad hoc.
Hingga saat ini kasus Tanjung Priok masih belum dapat
diselesaikan. Binsar Gultom seorang Hakim Pengadilan HAM Ad Hoc Jakarta,
menyatakan bahwa kasus Tanjung Priok ini telah selesai, yang ditandai oleh
pembebasan Sriyanto pada tahun 2005, serta Purnowo dan Sutrisno Mascung pada tahun
2006. Namun bagi para korban Tanjung Priok hal ini sangat tidak adil dan sangat
mengecewakan, karena banyak aturan hukum yang mengatur tentang HAM, yang salah
satunya yaitu terdapat dalam UUD 1945 BAB XA Tentang Hak Asasi Manusia,
khususnya pasal 28I, hingga akhirnya para korban memutuskan untuk meminta
perhatian dari Presiden. Kemudia pada bulan Maret 2006 Kontras (Komisi untuk
Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) mengadu ke Komisi Yudisial, namun
hingga saat ini masih belum ada perkembangan yang signifikan dari kasus Tanjung
Priok 1984.
Adapun penanganan terhadap kasus Tanjung Priok ini, secara
rinci dapat kami sampaikan melalui tabel di bawah ini :
Tanggal
|
Kegiatan
|
27 Agustus 1999
|
Press release KPKP (Koalisi Pembela Kasus Priok: Kontras,
YLBHI, API, LBH Jakarta dan ALPERUDI) mendesak pemerintah untuk:
· Mendesak
PUSPOM untuk memanggil Soeharto dan LB Moerdani, Try Sutrisno dan
pentinggi-petinggi mliter yang terlibat secara langsung kasus Tanjung Priok
12 September 1984 sebagai langkah awal pertanggungjawabannya
· Memperlihatkan
secara serius dan mengadili seluruh pihak yang terlibat dalam rangkaian
pelanggaran hukum dan HAM atas kasus Priok mulai dari penembakan masal,
pembantaian, penangkapan sewenang-wenang, pneyiksaan, intimidasi dan
penghilangan orang baik sipil dan militer
|
3 Mei 2000
|
KPP HAM memeriksa Try Soetrisno dan LB Moerdani
|
Juni 2000
|
Komnas HAM menyerahkan hasil KPP HAM Priok kepada
Kejaksaan Agung
|
11 Juli 2000
|
Berkas Komisi Penyelidik dan Pemeriksa Pelanggaran HAM
Tanjung Priok (KP3T) dipulangkan Kejaksaan Agung ke Komnas HAM untuk
dilengkapi kekurangannya
|
14 Oktober 2000
|
Hasil penyelidikan diserahkan ke kejaksaan Agung untuk
kedua kalinya
|
24 Januari-19 Februari 2001
|
Pemeriksaan beberapa saksi korban dan keluarga di
Kejaksaan Agung
|
Juli 2002
|
MA Rahman dalam sebuah pertemuan dengan DPR RI menjelaskan
bahwa Kejaksaan Agung telah menetapkan 12 tersangka
|
14 September 2003
|
Pembacaan dakwaan terhadap Sutrisno Mascung CS di
Pengadilan HAM Jakarta Pusat. Komandan regu III daroi Yon Arhanudse beserta
11 anak buahnya tersebut didakwa melakukan pelanggaran HAM yang berat
meliputi pembunuhan, percobaan pembunuhan dan penganiayaan
|
23 September 2003
|
Di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pranowo didakwa oleh
jaksa telah melakukan pelanggaran HAM berat berupa perampasan kemerdekaan dan
penyiksaan
|
30 September 2003
|
Dakwaan RA butar Butar dibacakan oleh Jaksa di pengadilan
Negeri Jakarta Pusat. Komandan Kodim tersebut didakwa melakukan pelanggaran
HAM berat berupa pembunuhan, penganiayaan dan perampasan kemerdekaan secara
sewenang-wenang terhadap penduduk sipil
|
23 Oktober 2003
|
Sriyanto (Pasiop Kodim 0502) diajukan ke persidangan
dengan dakwaan telah melakukan pelanggaran HAM berat meliputi: pembunuhan,
percobaan pembunuhan dan penganiayaan
|
31 Maret 2004
|
RA Butar Butar di tuntutan 10 tahun penjara
|
30 April 2004
|
RA Butar Butar divonis 10 tahun penjara dan wajib
memberikan kompensasi, restitusi dan rehabilitasi terhadap korban
|
3 Juli 2004
|
Pranowo dituntut 5 tahun penjara
|
8 Juli 2004
|
Sriyanto dituntut 10 tahun penjara
|
9 Juli 2004
|
Sutrisno Mascung CS dituntut 10 tahun penjara
|
10 Agustus 2004
|
Pranowo diputus bebas oleh Pengadilan Negeri
|
12 Agustus 2004
|
Sriyanto diputus bebas oleh Pengadilan Negeri
|
29 September 2005
|
Sriyanto dibebaskan oleh hakim Agung ditingkat Kasasi.
|
13 Januari 2006
|
Mahkamah Agung membebaskan Pranowo ditingkat kasasi.
|
28 Februari 2006
|
Sutrisno Mascung CS dibebaskan pada tingkat kasasi
|
6 Maret 2006
|
Kontras mengadu ke Komisi Yudisial.
|
D.
Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Peristiwa
tragedi kemanusiaan di Tanjung Priok pada pertengahan tahun 1984, merupakan
salah satu dari sekian banyak rentetan jejak dan fakta kelamnya masa
pemerintahan Suharto. Satu masa rezim militer yang berlumuran darah dari awal
masa kekuasaannya sampai akhir masa kediktatorannya. Kemiliteran dibentuk
untuk menopang kekuasannya dan selalu siap menjalankan perannya sebagai
kekuatan negara untuk menghadapi rongrongan ideologi apapun, termasuk ideologi
agama yang diakui di Indonesia. Kekuasaan penuh yang dimilki militer saat itu
meluas mencakup penghancuran setiap bentuk gerakan oposisi politik. Fungsi
kekuasaan militer untuk melakukan tindakan pemeliharaan keamanan dan
kestabilan negara dianggap sebagai suatu bentuk legitimasi untuk dapat
melakukan berbagai macam bentuk tindakan provokatif. Mereka menggunakan dalih
pembenaran sepihak yaitu sebagai tindakan pengamanan terhadap kekuasaan,
meskipun dengan melakukan pelanggaran-pelanggaran HAM paling berat sekalipun.
Menurut undang-undang No. 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia yang dimaksud dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap
perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja
maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi,
menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau
kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau
dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum yang adil dan benar
berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Hampir dapat dipastikan dalam kehidupan sehari-hari dapat
ditemukan pelanggaran hak asasi manusia, baik di Indonesia maupun di belahan
dunia lain. Pelanggaran itu, bisa dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat,
baik secara perorangan ataupun kelompok. Kasus pelanggaran HAM ini dapat
dikategorikan dalam dua jenis, yaitu:
a. Kasus
pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :
1. Pembunuhan masal
(genisida)
2. Pembunuhan
sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan
3. Penyiksaan
4. Penghilangan orang
secara paksa
5. Perbudakan atau
diskriminasi yang dilakukan secara sistematis
b. Kasus pelanggaran HAM
yang biasa, meliputi :
1. Pemukulan
2. Penganiayaan
3. Pencemaran nama baik
4. Menghalangi orang
untuk mengekspresikan pendapatnya
5. Menghilangkan nyawa
orang lain
Kasus Tanjung Priok 1984 ini termasuk ke dalam kasus
pelanggaran HAM yang bersifat berat. Dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000
pasal 7 disebutkan bahwa, pelanggaran hak asasi manusia yang berat meliputi:
1. Kejahatan Genosida
2. Kejahatan terhadap
kemanusiaan
Namun kelemahan dari pasal ini adalah tidak adanya ketentuan
tentang penyiksaan (torture) yang diatur secara mandiri. Sesuai dengan
ketentuan hukum internasional, penyiksaan dapat dikategorikan sebagai
pelanggaran berat HAM sekalipun hal itu tidak merupakan bagian dari serangan
yang meluas dan sistematik terhadap penduduk sipil.
Adapun dalam laporannya Tim Tindak Lanjut Hasil KP3T
menyatakan bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat dalam peristiwa
Tanjung Priok antara lain, berupa:
1. Pembunuhan kilat (summary
killing).
Tindakan pembunuhan kilat (summary killing) ini terjadi
depan Mapolres Jakarta Utara akibat penggunaan kekerasan yang berlebihan yang
dilakukan oleh satu regu dibawah pimpinan Sutrisno Mascung dkk. Para anggota
pasukan ini masing-masing membawa peluru tajam 5-10. Akibat tindakan ini telah
mengakibatkan 24 orang tewas, 54 luka berat dan ringan.
2. Penangkapan dan
penahanan sewenang-wenang (unlawful arrest and detention).
Penangkapan dan penahanan sewenang-wenang dilakukan aparat
TNI setelah terjadinya peristiwa Tanjung Priok yang dilakukan terhadap
orang-orang yang dicurigai mempunyai hubungan dengan peristiwa Tanjung Priok.
Semua korban berjumlah 160 orang yang ditangkap tidak sesuai prosedur dan tanpa
surat perintah. Para korban ditahan di Laksusda Jaya Kramat V, Mapomdam Guntur
dan Rumah Tahanan Militer Cimanggis.
3. Penyiksaan (torture)
Semua korban yang ditahan di Laksusda Jaya, Mapomdam Guntur
dan Rumah Tahanan Militer Cimanggis mengalami penyiksaan, intimidasi dan teror
dari aparat.
4. Penghilangan orang
secara paksa (enforced or involuntary disappearance)
Fakta-fakta tindakan ini terjadi dalam tiga tahap, antara lain: pertama,
menyembunyikan identitas dan jumlah korban yang tewas dari publik dan
keluarganya. Hal itu terlihat dari cara penguburan yang dilakukan secara
diam-diam ditempat terpencil, terpisah-pisah dan dilakukan di malam hari.
Lokasi penguburan juga tidak dibuat tanda-tanda, sehingga sulit untuk
diketahui.Kedua, menyembunyikan korban dengan cara melarang keluarga
korban untuk melihat kondisi dan keberadaan korban selama dalam perawatan dan
penahanan aparat. Ketiga, adalah merusak dan memusnahkan barang bukti
dan keterangan serta identitas korban. Akibat tindakan penggelapan identitas
dan barang bukti tersebut sulit untuk mengetahui keberadaan dan jumlah korban
yang sebenarnya secara pasti.
BAB III
PENUTUP
a.
Simpulan
Setelah menyelesaikan makalah, kami mengambil
beberapa simpulan sebagai berikut:
1.
Latar Belakang peristiwa disebakan
oleh sebab umum, yaitu ekonomi dan politik serta sebab khusus.
2.
Peristiwa Tanjung Priok adalah peristiwa kerusuhan yang
terjadi pada 12 September 1984 diTanjung Priok, Jakarta, Indonesia yang
mengakibatkan sejumlah korban tewas dan luka-luka serta sejumlah gedung rusak
terbakar. Sekelompok massa melakukan defile sambil merusak sejumlah gedung dan
akhirnya bentrok dengan aparat yang kemudian menembaki mereka. Peristiwa ini
dilatarbelakangi oleh munculnya ketetapan MPR No II/1983 tentang
garis-garis besar haluan Negara bab IV D Pasal 3.Kemudian terjadi peristiwa
perampasan brosur dan pamflet yang mengkritik pemerintah di salah satu
mesjid di kawasan Tanjung Priok dan penyerangan oleh massa kepada aparat.
3.
Kasus Tanjung Priok 1984 mengalami penanganan
oleh pengadilan HAM dari tahun 26 Agustus - 6 Maret 2006. Hingga akhirnya para
korban memutuskan untuk meminta perhatian dari Presiden. Kemudian pada bulan
Maret 2006 Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan)
mengadu ke Komisi Yudisial, namun hingga saat ini masih belum ada perkembangan
yang signifikan dari kasus Tanjung Priok 1984
4.
Kasus Tanjung Priok 1984 ini termasuk ke dalam
kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat. Adapun pelanggaran-pelanggaran
tersebut berupa Pembunuhan kilat (summary killing), Penangkapan dan penahanan
sewenang-wenang (unlawful arrest and detention), Penyiksaan (torture), dan
Penghilangan orang secara paksa (enforced or involuntary disappearance).
DAFTAR PUSTAKA
Bagir Manan, (2001). Perkembangan Pemikiran Dan Pengaturan Hak
Asasi Manusia Di Indonesia. Jakarta: Yayasan Hak Asasi Manusia, Demokrasi
Dan Supremasi Hukum
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
http://deedyienz.blogspot.com/2012/09/peristiwa-berdarah-tanjung-priok-1984.html diakses
pada 19 November 2013 jam 13.32
http://uphilunyue.blogspot.com/2013/02/kasus-pelanggaran-ham-tanjung-priok-1984.htm diakses
pada 19 November 2013 jam 13.35
www.google.co.id/www.kontras.org/tpriok/data/Komnas/HAM/tentang/Kasus/Tanjung/Priok.doc diakses
pada 19 November 2013 jam 07.55
http://www.elsam.or.id/downloads/1268368470_01._Progr_Report_1_Pengadilan_HAM_Tanjung_Priok_1.pdf diakses
pada tgl 18 November 2013 jam 11.34
http://uphilunyue.blogspot.com/2013/02/latar-belakang-peristiwa-tanjung-priok.html diakses
18 November jam 07.47
http://kuchingbaeg.blogspot.com/2012/01/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html diakses
pada 19 November 2013 jam 15.30
http://nasional.kompas.com/read/2012/09/12/0931234/Penyelesaian.Pelanggaran.HAM.Berat diakses
pada 22 November 22.00
http://www.kontras.org/tpriok/index.php?hal=berita&tahun=2004 diakses
pada 22 November jam 21.35
[1] http://uphilunyue.blogspot.com/2013/02/latar-belakang-peristiwa-tanjung-priok.html diakses
18 November jam 07.47
[3]http://uphilunyue.blogspot.com/2013/02/latar-belakang-peristiwa-tanjung-priok.html diakses
18 November jam 07.47
[4]http://uphilunyue.blogspot.com/2013/02/latar-belakang-peristiwa-tanjung-priok.html diakses
18 November jam 07.47
[6] http://uphilunyue.blogspot.com/2013/02/latar-belakang-peristiwa-tanjung-priok.html diakses
18 November jam 07.47
[8] http://nasional.kompas.com/read/2012/09/12/0931234/Penyelesaian.Pelanggaran.HAM.Berat diakses
pada 22 November 22.00
[9] http://uphilunyue.blogspot.com/2013/02/kasus-pelanggaran-ham-tanjung-priok-1984.htm diakses
pada 19 November 2013 jam 13.35
[11] http://uphilunyue.blogspot.com/2013/02/kasus-pelanggaran-ham-tanjung-priok-1984.htm diakses
pada 19 November 2013 jam 13.35
[13] http://uphilunyue.blogspot.com/2013/02/kasus-pelanggaran-ham-tanjung-priok-1984.htm diakses
pada 19 November 2013 jam 13.35
Jual Vimax Di Batam
BalasHapusObat Perangsang Wanita Di Batam
Obat Kuat Viagra Usa Di Batam
Jual Minyak Oil Lintah Asli Di Batam
Alamat Toko Vimax Di Batam